Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Wisata Religi di Desa Talango Sumenep Madura

Ziarah Makam Syeikh Yusuf, Destinasi Utama Wisata Religi Madura
Oleh : Saibansah
Senin | 10-06-2019 | 14:16 WIB
makam-syeikh-yusuf.jpg Honda-Batam
Makam Syikh Yusuf di Desa Talango Sumenep dan Ro-Ro kayu milik Puskopal yang menyeberangkan masyarakat. (Foto: Saibansah)

ZIARAH ke makam Syeik Yusuf di Pulau Talango, Kabupaten Sumanep Madura Jawa Timur, menjadi perjalanan wisata religi yang akan menorehkan ketenangan jiwa dan kesejukan suasana. Seperti apa ketenangan dan kesejukannya itu? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM Saibansah dari Pulau Poteran, Desa Talango Kabupaten Sumenep Madura.

Perjalanan ziarah ke makam Syeikh Yusuf di Pulau Poteran, Desa Talango Kabupaten Sumenep Madura dari Batam, adalah perjalanan menempuh tiga pulau sekaligus.

Setelah mendarat di Bandara Juanda Surabaya di Pulau Jawa, kemudian menyeberangi jembatan terpanjang di Indonesia, Suramadu. Dari ujung jembatan Suramadu di Kamal Bangkalan Pulau Madura, perjalan darat dilanjutkan dengan melewati empat kabupaten di pulau garam, Madura. Yaitu, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan berakhir di ujung Sumenep, Palabuhan Kalianget.

Dari Pelabuhan Kalianget, perjalanan dilanjutkan dengan menaiki kapal Ro-Ro dari kayu milik Puskopal. Pass masuk Pelabuhan Kalianget per orang Rp 2 ribu, dan Rp 3 ribu untuk setiap mobil pribadi. Kemudian, ongkos Ro-Ro untuk mobil dengan enam penumpang sebesar Rp 30 ribu.

Ada yang disayangkan dari layanan Ro-Ro milik Puskopal itu, yaitu faktor keselamatan penumpang. Biasanya, layanan Ro-Ro mengharuskan seluruh penumpang mobil pribadi untuk keluar dari mobilnya. Supaya, jika terjadi kecelakaan, penumpang tidak terjebak dalam mobilnya. Tapi ini tidak, para penumpang dibiarkan tetap berada di dalam mobil.

Kemudian, bagian pintu Ro-Ro yang biasanya ditarik menutup kapal itu, tidak boleh dinaiki beban. Karena kekuatannya hanya bertumpu pada rantai. Tapi ini tidak, justru diisi beban sepada motor dan penumpang. Pendeknya, faktor keselamatan masih belum diperhatikan. Apakah karena jarak tempuhnya yang hanya seperlemparan batu? Entahlah.

Setelah menempuh perjalanan tidak sampai sepuluh menit, kapal bersandar di Desa Talango. Dari Pelabuhan Talango, jarak makam Syeikh Yusuf tidak sampai dua kilometer. Suasana di pintu masuk Pulau Poteran terkesan gersang tanpa tumbuhan hijau di bibir pantai. Tapi, begitu sampai di kawasan makam Syeik Yusuf, suasananya berubah drastis.

Di sini tumbuh pohon-pohon kayu keras yang berusia tua. Apalagi, pohon yang tumbuh di samping makam Syeikh Yusuf. Konon, menurut cerita sejarah versi Pemerintah Kabupaten Sumenep, pohon yang tumbuh di samping makam Syeih Yusuf itu adalah tongkat milik Sri Sultan Abdurrahman, seorang Sultan yang berkuasa di Sumenep dari tahun 1811-1854, putra Panembahan Somala atau Panembahan Notokusumo Asiruddin. Kakeknya bernama Bendara Mohammad Saud (Raden Temenggung Tirtonegoro Muhammad Saud) yang berkuasa pada Tahun 1750-1762 di Sumenep.

Ketika itu, Sri Sultan Abdurrahman sedang melakukan ekspedisi perjalanan menuju Pulau Dewata Bali dari Kalianget. Namun, begitu sampai di pelabuhah tersebut, hari sudah mulai gelap. Sultan pun memerintahkan pasukan pengikutnya istirahat. Kala malam sudah benar-benar gelap dan para prajurit sudah terlelap, Sultan tetap terjaga dan melihat ada cahaya melesat turun dari langit dan jatuh di Pulau Poteran.

Keesokan harinya, usai sholat subuh berjama'ah, Sultan memutuskan mencari tempat jatuhnya cahaya tersebut di Pulau Poteran. Lalu, Sultan menemukan sebuah gundukan tanah menyerupai kuburan baru. Dan Sultan pun bertemu dengan seorang bergamis putih dan berkomunikasi singkat. Dalam dialog itu, hanya Sultan yang dapat melihat sosok pria tua bergamis putih. Sedangkan para pengawalnya, hanya mendengar suara dialognya saja.

Selanjutnya Sri Sultan Abdurrahman bermunajat memohon petunjuk kehadirat Allah SWT, tiba-tiba dalam munajatnya jatuhlah selembar daun di pangkuan Sultan. Setelah diambil serta diperhatikan daun tersebut ternyata bertuliskan Arab, Hadzaa Maulaana Sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Hasan. Artinya, ini Maulaana Sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Hasan.

Lalu, Sultan pun memasang batu nisan di tanah kuburan baru tersebut dan ditulisi nama Syeikh Yusuf. Dan agar lebih memudahkan lagi proses pencarian makan jika Sultan kembali lagi, maka Sri Sultan Abdurrahman pun menancapkan tongkatnya. Ternyata, tongkat itu tumbuh menjadi pohon yang menaungi makam Syikh Yusuf. Siapakah sebenarnya Syeikh Yusuf?

Menurut catatan sejarah, Syeikh Yusuf adalah pahlawan nasional dua negara sekaligus. Pada 9 November 1996 Syikh Yusuf dianugerahi gelar pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia. Lalu, pada 23 September 2005 pendiri tarekat khalwatiyah itu juga mendapat gelar pahlawan dari pemerintah Afrika Selatan.

Syeikh Yusuf memang diasingkan oleh penjajah Belanda ke Afrika Selatan karena pergerakannya di Indonesia membangun kekuatan melakukan perlawanan semakin mengkhawatirkan. Tapi ternyata, di pengasikan pergerakan perlawanan Syeih Yusuf tidak berhenti. Ia terus menggalang perlawanan penjajahan itu di Afrika Selatan. Sampai akhir hayatnya.

Meski telah menjadi mayat, Belanda ketakutan untuk memulangkan jenazah Syeikh Yusuf. Sehingga Syeikh Yusuf dimakamkan di Afrika Selatan. Namun tujuh tahun kemudian izin untuk memulangkan jenazah Syeih Yusuf itu terbit. Cerita pemulangan jenazah wali Allah itu juga penuh kisah. Singgah di sejumlah tempat, mulai dari Sri Lanka, Banten Jawa Barat, Desa Talango Sumenep dan terakhir di Makassar Sulawesi Sulawesi Selatan.

Ternyata, makam Syeikh Yusuf tidak hanya ada di Desa Talango Pulau Poteran Sumenep saja. Tapi juga ada di empat tempat lainnya. Yaitu, Afrika Selatan, Sri Lanka, Banten dan Makassar. Lalu, manakah yang benar-benar makam Syeikh Yusuf? Wallahua'lam.

Editor: Dardani