Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kepala BP Batam Akui Ada Keanehan Penerapan FTZ

BP Batam dan Dewan Kawasan Harusnya Urus Keanehan Penerapan FTZ, Bukan Ex-Officio
Oleh : Nando Sirait
Senin | 18-02-2019 | 10:40 WIB
ampuan-ftz.jpg Honda-Batam
Peneliti/Praktisi Hukum di Batam, Ampuan Situmeang. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dialog investasi yang digelar Badan Pengusahaan (BP) Batam, Jumat (15/2/2019), mendapat perhatian serius dari Peneliti/Praktisi Hukum di Batam, yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar Hukum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Ampuan Situmeang.

Ampuan mengapresiasi adanya sikap Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady, dalam menyikapi keluhan dari para pengusaha. Dan juga sikap keterbukaan mengenai beberapa keanehan kebijakan pemerintah pusat yang seakan akan memaksakan agar Batam dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Enclave.

"Tentu saja hal ini terlihat aneh, sama seperti tanggapan dari Kepala BP Batam mengenai status FTZ, namun seakan akan dibuat tidak berfungsi dengan beberapa kebijakan menteri," paparnya kepada BATAMTODAY.COM, Senin (18/02/2019) pagi.

Salah satu kasus aneh mengenai penerapan FTZ di Batam, adalah mengenai adanya penangkapan barang dari luar negeri yang dibawa masuk ke Batam. Bawang merah asal Malaysia sebanyak 1.300 karung, misalnya, yang diamankan Ditpolairud Polda Kepri.

"Setelah saya mempelajari kasus ini, saya rasa ini tidak bisa dinyatakan penyelundupan. Karena peredaran barang tersebut nantinya hanya akan ada di Batam. Bukannya ini yang merupakan kekhususan dari FTZ. Jadi kalo dijadikan seperti ini, buat apa dulu Batam dijadikan kawasan FTZ? Peraturannya ternyata sama saja dengan daerah lain," tegasnya.

Menanggapi adanya peran para 'dewa' di pusat, seperti yang diungkapkan Edy Putra Irawady, Ampuan menilai hal ini dikarenakan ketidakpahaman menteri yang berwenang, dalam penerapan FTZ yang sudah dirancang oleh BJ Habibie sebelumnya.

"Kembali lagi seperti kasus yang saya sebutkan tadi. Apa kaitannya dengan penyeludupan? Karena Batam adalah terpisah dari daerah pabean, sehingga tata niaga kepabeanan belum berlaku. Barang yang masuk belum dapat dikategorikan impor, dan yang keluar juga belum dikategorikan ekspor," terangnya.

"Inilah yang seharusnya segera diselaraskan oleh BP Batam dan Dewan Kawasan. Bukan tentang ex-officio saja," tegas Ampuan.

Sebelumnya, keluhan para pengusaha mendapat tanggapan serius dari Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady. Dia juga mengakui banyak keanehan dalam implementasi FTZ (Free Trade Zone) di Batam. Salah satunya mengenai izin impor, di mana menurut pria yang pernah menjabat sebagai staf khusus di Kemenko Perekonomian itu, implementasinya tak sesuai regulasi. Hal ini tentunya diakui sebagai keanehan, karena penerapan FTZ diwujudkan dalam menghapus hambatan bagi ekspor dan impor bahan baku.

"Banyak perizinan, seperti untuk mengadakan bahan baku masih kena tata niaga. Padahal di sini FTZ, harusnya bebas keluar masuk. Tapi kenyataannya, untuk bahan baku ada ketentuan yang membatasi tak boleh masuk," ujar Edy Putra Irawady.

Hal menarik lainnya, mengenai keluhan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI). Banyak pelaku usaha yang mengeluhkan syarat SNI diberlakukan untuk bahan baku.

"SNI ini kan syarat edar. Ketika beredar, untuk melindungi konsumen harus ada SNI. Bukan untuk syarat impor atau syarat ekspor. Untuk barang keluar dari Batam kan tak ada konsumennya. Apa yang mau dilindungi. Kenapa diminta syarat. Kenapa harus pakai SNI. Satu produk banyak SNI, jadi banyak nomor-nomor SNI. Bagi mereka ini tak perlu. Tetapi soal ini selesai, ini bukan persoalan tunggal. Hanya implementasi saja," ungkapnya.

Editor: Gokli