Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Anggap APBN Jebol Jika BBM Tak Dinaikkan

F-PDIP Nilai Asumsi Pemerintah Keliru dan Tak Masuk Akal
Oleh : surya
Rabu | 29-02-2012 | 17:11 WIB

JAKARTA,batamtoday-Fraksi PDI Perjuangan tak sepakat dengan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). F-PDIP menilai berpendapat asumsi pemerintah keliru dan tak masuk akal jika menganggap APBN bakal jebol jika harga BBM tidak dinaikkan.

“Subsidi BBM dari tahun ke tahun memang turun. Jadi, asumsi pemberian subsidi BBM akan membuat jebol APBN itu tak masuk akal,” kata Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto, di Jakarta, Rabu (29/2/2012)

Anggapan pemerintah bahwa subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran, menurut PDIP juga tidak benar. “Subsidi BBM sudah benar. Jadi, jangan pakai alasan itu salah sasaran untuk mengurangi subsidinya,” tegas Bambang.

Hal senada disampaikan oleh anggota Komisi Energi DPR dari Fraksi PDIP, Daryatmo Mardiyanto. Menurut Daryatmo, masyarakat tidak bisa diposisikan sebagai pihak yang bersalah dalam konsumsi BBM. “Sebagian besar subsidi premium dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah dan bawah. Jadi, postur APBN menempatkan masyarakat dalam posisi sebagai pihak tertuduh yang menghabiskan energi,” katanya.

Daryatmo mengatakan, dokumen Bank Dunia yang dipegang oleh PDIP tentang skenario pengurangan subsidi BBM menunjukkan bahwa dari total premium yang dikonsumsi oleh rumah tangga, 64 persennya dikonsumsi oleh sepeda motor, sedangkan yang untuk mobil hanya 36 persen.

“Mengingat sebagian besar pemilik sepeda motor adalah masyarakat kelas menengah ke bawah, maka berarti selama ini bagian terbesar subsidi premium sebanyak 64 persen dikonsumsi oleh kelas menengah dan bawah, dan itu bukan kelompok kaya,” kata Daryatmo.

Selanjutnya, dari 34 persen premium yang menurut Bank Dunia dikonsumsi mobil, tim kajian Fraksi PDIP mengkajinya dan menemukan bahwa sebagian besar premium untuk mobil itu dikonsumsi oleh rumah tangga kelas menengah bawah. Kesimpulan ini didasarkan fakta bahwa sebagian besar mobil di Indonesia adalah mobil dengan volume silinder kecil, yaitu kurang dari 1.500 cc.

Data Susenas BPS, menurut Daryatmo, juga menunjukkan bahwa 65 persen bensin ternyata dikonsumsi oleh masyarakat miskin dan menengah bawah yang rata-rata pengeluaran per kapitanya kurang dari US$4. Sebanyak 29 persen di dalamnya bahkan dikonsumsi oleh kelompok miskin yang pengeluaran per kapitanya kurang dari US$2.

Atas dasar itulah, PDIP menilai usulan pemerintah mengenai pengurangan subsidi BBM tidak layak dikemukakan. Data primer dari survei yang dilakukan tim Fraksi PDIP, Bambang melanjutkan, juga memperkuat kajian bahwa subsidi BBM ternyata lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah bawah.

Data survei PDIP menunjukkan bahwa kelompok responden rumah tangga dengan tingkat pendapatan kurang dari Rp2 juta yang mengonsumsi BBM premium sebanyak 41,8 persen. Sementara itu, kelompok pendapatan Rp2-3,5 juta yang mengonsumsi premium sebanyak 33,2 persen, kelompok berpendapatan Rp3-5,5 juta sebanyak 23,6 persen, dan kelompok berpendapatan lebih dari Rp5,5 juta dengan konsumsi premium hanya 1,4 persen.