Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pasal 33 Hanya Jadi 'Hiasan' di UUD 1945, karena Tak Dilaksanakan Sepenuhnya
Oleh : Nando
Minggu | 27-01-2019 | 19:04 WIB
nabil_rdp_jan.jpg Honda-Batam
Nabil saat mAnggota DPD RI Muhammad Nabil saat meelakukan RDP dengan Majlis Ta'lim Darul Ishlah Kota Batam

BATAMTOAY.COM, Batam - Anggota DPD RI asal Kepulauan Riau (Kepri), Muhammad Nabil, menilai pasal 33 UUD 1945 tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah dalam keberpihakanya kepada rakyat. Pasal 33 hanya menjadi 'hiasan' saja di UUD 1945, karena dalam praktiknya tidak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari

"Inti dari pasal 33 UUD 1945 adalah keberpihakan kepada rakyat, namun semua itu hanya tertera dalam undang-undang saja, tidak dijalankan sepenuhnya di lapangan," kata Nabil saat melakukan RDP dengan Majlis Ta'lim Darul Ishlah Kota Batam pada Minggu (20/1/2019) lalu.

Nabil menilai, banyak perusahaan-perusahaan yang mengatasnamakan negara tetapi saham milik asing. Adapun mereka yang dikatakan sebagai BUMN tidak mau merugi, padahal mereka ada untuk kepentingan, kesejahteraan rakyat.

"Bukankah BUMN milik negara? Jadi, BUMN tidak perlu membuat laba, BUMN ada untuk rakyat dan bermanfaat untuk rakyat Contoh yang dapat kita ambil adalah Pertamina, perusahaan yang mengurus minyak, gas bumi di Indonesia. Pertamina sudah merasa rugi telah memberikan subsidi BBM dan berencana akan menghapus subsidi BBM, seharusnya Pertamina melakukan yang terbaik untuk rakyat," katanya.

Menurutnya, disinilah perusahaan negara belum optimal dalam menjalankan Pasal 33, akibat banyak saham asing masuk ke perusahaan Indonesia diakibatkan karena ada beberapa perusahaan yang mengalami kebangkrutan sehingga sebagian kecil atau sebagian besar terpaksa dijual ke inverstor asing.

"Penjualan saham ini dikatakan sebagai penyelamatan perusahaan agar tidak gulung tikar. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan yang bersimbol kepemilikan negara ternyata dimiliki asing," kata Anggpta Komite I DPD RI ini.

Apalagi tak jarang terdengar banyak perusahaan-perusahaan negara yang ternyata pejabatnya yang korup dan pelayanan tidak memuaskan.

"Tak jarang pula kita mendengar bahwa perusahaan yang dikuasai asing lebih populer dibandingkan perusahaan milik negara. Perusahaan-perusahaan asing lebih maju, lebih menarik ketimbang perusahaan negara," katanya.

Nabil kemudiam mencontohkan TVRI yang notabene milik negara, akan tetapi banyak program-program televisi yang membosankan, kualitas gambar kalah jauh dengan siaran televisi swasta. dan masih banyak lagi perusahaan negara yang tidak mementingkan kepentingan rakyat.

"Tingkat korupsi yang tinggi, kurangnya pengawasan, lemahnya kedisplinan menyebabkan upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat menjadi kabur dalam prakteknya." kata Senator asal Kepulauan Riau ini.

Editor: Surya