Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terbukti Lakukan TPPO, Paulus Baun Divonis 4 Tahun Penjara
Oleh : Putra
Selasa | 04-12-2018 | 19:28 WIB
amros-4.jpg Honda-Batam
Terdakwa Paulus Baun alias Amros usai menjalani persidangan di PN Batam. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Paulus Baun alias Amros alias Sadrak Banoet divonis 4 tahun penjara dan denda Rp120 juta subsider 1 tahun kurungan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (4/12/2018).

Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, Martha Napitupulu didampingi Renni Pitua Ambarita dan Egi Novita menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melanggar pasal 2 Jo pasal 17 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Menjatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp120 juta susider 1 kurungan," ujar Martha membacakan amar putusan.

Paulus Baun alias Amros alias Sadrak Banoet merupakan kaki tangan PT Tugas Mulia--perusahaan penyalur pembantu rumah tangga (PRT)--milik Rusna (tersangka lain dalam perkara yang sama).

Amros, begitu terdakwa biasa dipanggil para saksi yang sudah diperiksa sebelumnya, berkelit dengan menyampakan keterangan yang berbeda dalam BAP. Padahal, keterangan para saksi sebelumnya tak banyak yang dia bantah.

Meski ahkirnya Amros mengaku bersalah di hadapan majelis hakim, namun tedakwa sempat membuat 'pusing' jaksa dan majelis saat melakukan pemeriksaan.

Di mana, Amros mengaku tak tahu jika saksi korban MS (16) pada 2016 lalu merupakan anak di bawah umur, yang dibawa dari NTT dan kemudian dipekerjakan sebagai PRT melalui PT Tugas Mulia. "Memang badanya saat itu masih kecil, tetapi saya tak tahu masih di bawah umur," dalih terdakwa.

Pengakuan terdakwa ini jelas bertentangan dengan keterangan saksi-saksi sebelumnya, termasuk korban dan juga ibu korban. Bahkan, jaksa penuntut umum, Arie Prasetyo juga dapat mematahkan dalih terdakwa, dengan adanya barang bukti surat domisili, memalsukan umur korban, yang kala itu diurus oleh terdakwa bersama korban dan lainnya ke Kantor Kepala Desa dan kecamatan.

Dalam surat domisili itu, saksi korban yang lahir pada tahun 2002 diubah menjadi kelahiran 2000, agar umurnya saat dipekerjakan mencapai 16 tahun.

Terdakwa juga membantah mendapat keuntungan dari PT Tugas Mulia setelah menitipkan dua orang anak untuk dipekerjakan sebagai PRT. Padahal, saksi Rusna sebelumnya menjelaskan, memberikan uang Rp4,5 juta kepada terdakwa untuk setiap orang yang dititip kepada PT Tugas Mulai.

"Saya tak ada ambil untung. Tetapi uang saya yang sempat terpakai untuk ongkos saya minta diganti," katanya.

Amros juga berdalih, menitipkan dua anak di bawah umur untuk dipekerjakan PT Tugas Mulia sebagai PRT hanya untuk membantu kehidupan ekonomi keluarga korban. Dia mengaku tak berniat untuk mengeksploitasi kedua anak tersebut.

"Saya hanya membantu mencarikan pekerjaan. Karena orangtua saksi korban menitipkan anaknya kepada saya dan untuk dicarikan pekerjaan," kelitnya.

Hal ini sebelumnya telah dibantah ibu korban yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan. Saksi kala itu mengatakan, bahwa terdakwa membawa korban ke Batam untuk mengasuh anaknya yang masih kecil, bukan tujuan dipekerjakan sebagai PRT melalui perusahaan penyalur.

Adapun kasus ini bergulir sampai ke persidangan, lantaran saksi korban yang sudah dua tahun kerja sebagai PRT melalui PT Tugas Mulia belum mendapatkan haknya, berupa gaji selama 21 bulan. Selama itu juga, saksi korban baru mendapat upah selama bulan, padahal majikan korban selalu membayar ke pihak penyalur.

Editor: Gokli