Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kebijakan Ekonomi Jokowi Sangat Tepat
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 28-09-2018 | 11:16 WIB
jokowi-bahas-ekonomi.jpg Honda-Batam
Presiden Jokowi sedang memimpin rapat. (Foto: Ist)

Oleh Ilham Nasution

INDONESIA tengah diterjang isu tidak sedap terkait melemahnya nilai rupiah sebagai dampak dari gejolak ekonomi global. Perang dagang antara AS dan Cina dinilai menjadi salah satu faktor utama anjloknya nilai kurs rupiah terhadap Dollar. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai negara berkembang secara langsung maupun tidak langsung masih belum bisa sepenuhnya lepas dari pengaruh ekonomi negara-negara di kawasan regional maupun global, termasuk hubungan ekonomi Indonesia dengan AS dan China.

Tidak hanya bagi Indonesia, gejolak antar dua negara yang membawa pengaruh besar bagi perekonomian global juga sempat menyebabkan beberapa negara mengalami krisis ekonomi yang cukup kritis, seperti Argentina yang mengalami penurunan nilai tukar peso sebesar 40 persen terhadap Dollar AS.

Selain itu, angka inflasi di Argentina juga naik tajam yang menyebabkan peningkatan pengangguran. Atas kondisi tersebut, pemerintah Argentina mengambil langkah praktis dengan mengajukan proposal peminjaman terhadap IMF senilai 50 miliar dollar AS atau Rp 732,8 triliun. Argentina mengharapkan gelontoran pinjaman tersebut dapat memulihkan kembali kondisi perekonomian, dan paling tidak dapat mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Gambaran keadaan ekonomi Argentina menjadi salah satu bukti bahwa pengaruh dinamika perekonomian secara global juga pasti akan mempengaruhi dinamika perekonomian negara-negara yang saling berhubungan. Meskipun demikian, apa yang terjadi di Argentina sangat jauh berbeda dengan kondisi perekonomian nasional.

Indonesia diyakini memiliki fundamental ekonomi yang jauh lebih baik daripada negara emerging market lain seperti Argentina, Turki dan Rusia. Indonesia mempunyai modal kuda-kuda yang lebih kuat di antara negara berkembang di kawasan regional Asia, yang didukung dengan adanya cadangan devisa yang sehat. Fakta tersebut yang kemudian mampu menempatkan Indonesia dalam posisi kuat untuk menahan guncangan ekonomi global.

Namun, beberapa tokoh nasional sempat berkomentar terkait dengan keadaan ekonomi nasional. Misalnya, Rizal Ramli, Fadli Zon dan Faisal Basri sepakat menyatakan bahwa kebijakan ekonomi yang diambil Presiden Jokowi ecek-ecek dan tidak akan berhasil diterapkan dalam peningkatan ekonomi. Pernyataan tersebut tentu perlu dikonfirmasi ulang keabsahan data yang menjadi dasarnya, terlebih apabila mencermati kondisi riil yang terjadi saat ini.

Berdasarkan sumber berbagai lembaga survei menyatakan bahwa pelemahan kurs rupiah tidak berpengaruh pada kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo di bidang ekonomi. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi mengatakan bahwa kepuasan atas kinerja Presiden Joko Widodo sebagai presiden mencapai 71,2%.

Di bidang ekonomi, 2,2% menyatakan kondisi ekonomi sangat baik, 27% baik, 48,3% menyatakan sedang, 18,9% buruk, dan 1,5% menilai sangat buruk.

Secara umum, kondisi ekonomi, politik, penegakan hukum dan keamanan nasional lebih banyak yang menilai positif ketimbang negatif. Penilaian tentang kondisi berbagai bidang itu juga berkorelasi dengan keyakinan responden atas kemampuan Jokowi memimpin.

Sebanyak 72,5% responden masih meyakini kepemimpinan dan kemampuan Jokowi sebagai Presiden. Hal tersebut selaras jika mengingat langkah cepat yang diambil Jokowi dalam menyikapi pelemahan nilai rupiah. Di awal September 2018 lalu, Presiden memanggil sejumlah menteri dan pejabat lembaga lainnya untuk melaporkan kondisi perekonomian terkini sekaligus membahas langkah yang bisa dilakukan dalam menstabilkan perekonomian dan nilai tukar rupiah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) langsung mengambil kebijakan yang bisa memperkuat devisa negara sebagai salah satu indikator yang masih bisa dikontrol. Selain itu, pemerintah juga segera mengeluarkan kebijakan pembatasan impor barang konsumsi, dimana beberapa barang tersebut harus bisa digantikan dengan produksi dalam negeri.

Di sisi lain, BI mengambil langkah koordinatif untuk menjaga pasokan dolar Amerika Serikat (AS) bagi PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam rangka membayar utang valasnya. Dalam waktu yang sama, Presiden juga memerintahkan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menindak tegas spekulan yang memanfaatkan pelemahan rupiah untuk mencari keuntungan.

Berbagai langkah cepat dan tepat yang diambil oleh Presiden tersebut sudah sepatutnya mendapatkan dukungan yang positif dari seluruh masyarakat. Kepercayaan diri sebagai bangsa yang kuat dengan kondisi perekonomian yang sehat harus terus diperkuat dengan tekad dan semangat yang terus meningkat. *

Penulis adalah Pengamat Ekonomi tinggal di Jakarta