Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Harus Laksanakan Keputusan MK Soal Outsourcing
Oleh : Dodo
Jum'at | 20-01-2012 | 11:13 WIB

JAKARTA, batamtoday - Pemerintah diharuskan menjalankan dan menaati keputusan Mahkamah Konstitusi tertanggal 17 Januari 2012 lalu yang memutuskan aturan untuk buruh kontrak (outsourcing) dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.  

"Pemerintah bisa menindaklanjuti keputusan MK itu dengan penerbitan Perppu sebagai payung hukum perlindungan terhadap tenaga kerja," kata Herlini Amran, Anggota Komisi IX DPR RI asal Dapil Kepulauan Riau kepada batamtoday, Jumat (20/1/2012). 

Sebelumnya diberitakan MK memutuskan bahwa ketidakpastian pekerja dengan sistem kontrak, termasuk outsourcing, telah melanggar konstitusi. Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang (UU)No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Permohonan pengujian UU Ketenagakerjaan ini diajukan oleh Didik Suprijadi yang mewakili lembaga swadaya masyarakat (LSM) Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2MLI). Oleh MK, aturan untuk pekerja outsourcing (penyedia jasa pekerjaan) dalam UU tersebut,yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b dianggap inkonstitusional jika tidak menjamin hak-hak pekerja. 

Mahkamah menilai ketidakpastian nasib pekerja atau buruh sehubungan dengan pekerjaan outsourcing tersebut, terjadi karena UU Ketenagakerjaan tidak memberi jaminan kepastian bagi pekerja/buruh outsourcing untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang layak dalam hubungan kerja dan tidak adanya jaminan bagi pekerja. 

"Jangan sampai putusan MK tersebut malah tidak berefek apapun justru merugikan para pekerja karena tidak segera dibuatkannya payung hukum,” kata Herlini. 

Menurut Herlini, Kemenakertrans sebagai regulator harus segera mensosialisasiakan dan mengawasi keputusan tersebut terhadap perusahaan-perusahaan yang menggunakan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), jangan sampai semangat dari putusan MK tersebut diabaikan pelaksanaannya oleh perusahaan-perusahaan yang tidak pro-pekerja. 

“Kedepan, DPR akan mengundang Kemenakertrans untuk meminta penjelasan putusan MK terkait penghapusan 2 pasal pada UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yakni pasal 65 ayat 7 dan pasal 66 ayat 2 huruf b dan mempertanyakan bagaimana kedepan pasca-putusan tersebut terkait kekosongan hukum yang terjadi?,” ujarnya. 

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama 2 (dua) tahun, dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi 3 (tiga) tahun lamanya, dimana pernyataan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Kepmen Nakertrans Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004, yang menyatakan PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dengan waktu paling lama 3 (tiga) tahun.