Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Masuk Peta Dunia yang Tak Larang LGBT tapi Memusuhi
Oleh : Redaksi
Minggu | 25-03-2018 | 10:30 WIB
LGBT2.jpg Honda-Batam
Peta negara-negara soal sikapnya terhadap komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Perusahaan asuransi Travel Insurance Direct menerbitkan peta bagi para pelancong yang berisi negara-negara soal sikapnya terhadap komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI). Indonesia masuk kategori warga "kuning" yang diartikan tak melarang LGBT secara resmi, tapi masyarakatnya memusuhi.

Peta dari perusahaan asuransi ini diklaim untuk mengidentifikasi negara dan wilayah berdasarkan seberapa toleran atau atau terang-terangan bermusuhan terhadap komunitas LGBTI.

Indonesia jadi sorotan utama, karena memiliki Pulau Bali yang jadi destinasi wisata warga asing.

Alasan lain Indonesia jadi sorotan adalah karena parlemennya pernah membahas rancangan undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diisukan kriminalisasi LGBT. Namun, isu itu tak benar karena Badan Legislasi DPR pernah membantah ada isu LGBT dalam pembahasan RUU KUHP.

Indonesia kerap jadi langganan kritik kelompok HAM karena dianggap intoleran terhadap komunitas LGBTI.

Dalam peta yang dirilis perusahaan asuransi tersebut, ada 72 negara dan wilayah di seluruh dunia yang mengkriminalisasi hubungan sesama jenis. Dari puluhan negara itu bahkan ada yang menerapkan hukuman mati bagi pelaku homoseks.

Secara lebih lengkap berikut pemetaan negara-negara dunia terkait sikapnya terhadap LGBTI yang diterbitkan perusahaan Travel Isurance Direct. Pemetaan sikap disimbolkan dengan beragam warna.

Merah

Negara-negara berwarna merah di peta, yang meliputi sebagian besar wilayah Afrika, Timur Tengah dan sebagian Asia, melarang homoseksualitas. Ini juga termasuk tetangga terdekat Australia, Papua New Guinea (PNG), di mana tindakan sesama jenis dapat mengakibatkan hukuman penjara.

Untuk wisatawan LGBTI, negara-negara ini cenderung menjadi zona bahaya terbesar.

Oranye

Negara-negara di peta dengan warna oranye seperti Vietnam dan Madagaskar, tidak memiliki undang-undang yang menentang homoseksualitas. Tapi, masyarakatnya dianggap tidak toleransi terhadap orang-orang LGBTI.

"Mereka tidak pernah memberlakukan undang-undang yang secara khusus melarangnya," kata ahli perjalanan Phil Sylvester dari Travel Insurance Direct.

“Mungkin lebih akurat untuk menggambarkan situasi hukum sebagai 'ilegal yang tidak resmi'," ujar dia.

"(Wisatawan dapat) merasakan diskriminasi, prasangka dan perlakuan kasar oleh pejabat dan masyarakat secara keseluruhan. Karena tidak ada hukum resmi, tempat-tempat ini juga akan ditandai warna merah," lanjut dia.

Kuning

Negara-negara dengan peta warna kuning, termasuk China, Rusia, Turki dan setidaknya untuk saat ini Indonesia, dalam UU-nya menganggap hanya sedikit lebih baik.

LBTI di negara dengan peta warna kuning ini tidak ilegal. Khusus Indonesia, dianggap rancu karena Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, menyatakannya ilegal.

"Negara-negara ditandai kuning telah melegalkan homoseksualitas, tetapi tidak ada perlindungan lain untuk komunitas LGBTI," ujar Sylvester. "Bahkan sering ada permusuhan sosial secara terbuka."

Hijau dan Biru

Negara-negara hijau telah melegalkan tindakan homoseksual dan menawarkan beberapa perlindungan hukum, seperti undang-undang anti-diskriminasi. Negara-negara ini termasuk Meksiko, Thailand dan bagian Eropa timur.

Negara-negara biru, seperti Italia, Polandia, Yunani, Republik Ceko, dan Chili, telah melegalkan homoseksualitas."Dan memiliki cakupan luas, tetapi tidak semua," ujar Sylvester.

Ungu

Negara-negara ungu, seperti Australia, Selandia Baru, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Brasil, Afrika Selatan, dan banyak negara di Eropa utara dan barat telah melegalkan pernikahan sesama jenis dan umumnya menawarkan perlindungan hak-hak LGBTI.

"Tentu saja, Anda mungkin masih menghadapi individu dengan sikap intoleran tetapi kebanyakan masyarakat menerima dan inklusif," kata Sylvester.

Dapat membingungkan untuk mengetahui apa yang diharapkan di banyak negara karena hukum nasional dan sikap warga lokal tidak selalu cocok dan sering berubah.

"Misalnya, di Rusia, meskipun melegalkan seks homoseksual pada tahun 1993, dalam praktiknya, Anda berisiko melakukan kekerasan dan diskriminasi jika Anda gay secara terbuka," kata Sylvester.

“Hungaria melegalkan homoseksualitas pada tahun 1962, telah memungkinkan pendaftaran serikat sesama jenis sejak 1992 dan memiliki undang-undang diskriminasi anti-gay. Namun pada tahun 2015 Wali Kota Budapest menyebut gay menjijikkan," paparnya, yang dilansir dari news.com.au, Jumat (23/3/3018).

Menurut Sylvester, Serbia adalah negara lain di mana homoseksualitas secara teknis legal tetapi sikap warga lokal tidak selalu mengikuti hukum resmi.

"Ketika saya berada di Belgrade pada tahun 2016 saya menyaksikan pawai kebanggaan gay yang membutuhkan perlindungan dari skuad anti huru hara, dan melihat banyak penduduk setempat menjadi kasar atau secara terbuka menunjukkan rasa jijik mereka pada peserta,” katanya.

Sumber: Sindonews

Editor: Surya