Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Penyebab 'Banjir' Narkoba di Indonesia Terus Meningkat
Oleh : Redaksi
Selasa | 27-02-2018 | 09:26 WIB
pemusnahan-bb11.jpg Honda-Batam
Press realese pengungkapan 1,6 ton sabu di Pelabuhan Logistik Sekupang, Batam, Jumat (23/2/2018) (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Penyelundupan narkoba yang berhasil masuk ke Indonesia diperkirakan jumlahnya jauh lebih besar dibanding keberhasilan aparat membongkar kasus-kasus seperti ini, kata seorang mantan pejabat Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Yang lolos justru lebih banyak," kata mantan Direktur Penindakan BNN, Benny Jozua Mamoto, Senin (26/02).

Dalam tiga pekan terakhir, lebih dari dua ton narkoba berhasil dibongkar oleh aparat keamanan, termasuk penyelundupan sekitar satu ton narkoba jenis sabu dari Cina di perairan Batam, Kepulauan Riau.

Menurut Benny Mamoto, dari survei BNN, keberhasilan aparat penegak hukum mengungkap penyelundupan narkoba 'baru sekitar 10 persen'.

Kenyataan ini, sambungnya, menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan wilayah sasaran penyelundupan jaringan narkoba internasional, karena permintaan konsumsi narkoba masih tetap tinggi.

"Karena pasar tidak berhasil ditekan, jadi angka permintaan tetap tinggi," tegas Benny.

Dan ketika permintaan tetap tinggi, lanjutnya, maka para sindikat internasional akan terus "menggelontorkan dengan 1001 macam cara, 1001 macam jalur, 1001 macam modus, agar narkoba sampai ke pasar Indonesia".

Di sisi lain pemerintah Indonesia, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, tidak memungkiri bahwa Indonesia saat ini mendapatkan 'banjir narkoba yang tiap hari terus meningkat'.

Sri Mulyani mengutarakan hal itu saat jumpa pers bersama Kapolri Jendral Tito Karnavian di pelabuhan Sekupang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (23/02) lalu.

Kepala BNN Budi Waseso juga menegaskan penyelundupan sabu yang digagalkan aparat kurang dari 10 persen dari yang berhasil masuk, "Kalau ada kapal yang tertangkap, kapal lain bergerak."

Data BNN menunjukkan saat ini sindikat asal Malaysia, Taiwan, Cina merupakan yang paling gencar menyelundupkan narkoba ke Indonesia.

Dan jalur laut dianggap sebagai jalur yang paling sering digunakan.

"Di tingkat dunia, 80 persen penyelundupan narkoba lewat laut, karena bisa skala besar, seperti ditemukan di sekitar Batam belakangan ini," ungkap Benny Mamoto.

Mengapa Indonesia menjadi sasaran sindikat narkoba?

Kenyataan Indonesia merupakan'surga bagi peredaran narkoba', menurut Benny, antara lain didasarkan pengalamannya saat memeriksa buronan pengedar narkoba asal Iran.

Dia memeriksa yang bersangkutan di sebuah penjara di Bangkok, Thailand, "Pertanyaan kami, kenapa Anda menyasar Indonesia?"

"Dia dengan tenang menjawab: 'saya orang bisnis, saya melihat Indonesia pasar yang bagus. Angka permintaannya naik terus, harganya bagus, dan hukum bisa dibeli," ungkap Benny menirukan jawaban sang buronan tersebut.

Untuk itulah, Benny meminta pemerintah melakukan evaluasi secara komprehensif untuk menjawab kenapa narkoba masih terus diselundupkan ke wilayah Indonesia.

"Evaluasi penting untuk melihat titik lemah yang perlu diperbaiki," katanya.

Dia kemudian mengingatkan bahwa penanganan kejahatan narkoba harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan, termasuk upaya pencegahan dan rehabilitasi yang berkesinambungan dan masif.

"Kita nyaris hanya menyaksikan di layar kaca atau membaca di media tentang berton-ton sabu diungkap, tapi nyaris tidak melihat, misalnya, sejauh mana menekan permintaan dan bagaimana melakukan rehabilitasi (pengguna narkoba)," paparnya.

Sebelumnya, Deputi Pemberantasan BNN, Arman Depari, mengatakan Indonesia menjadi sasaran penyelundupan narkoba dari sindikat internasional, tidak terlepas dari sejumlah faktor.

"Selain jumlah penduduknya yang besar, perkembangan ekonomi Indonesia yang terbilang tinggi menjadi daya tarik bagi sindikat narkoba," kata Arman Depari kepada wartawan.

Faktor lainnya, sambungnya, adalah semakin ketatnya Filipina dan Cina dalam menghadapi kejahatan narkoba.

Kepala BNN, Budi Waseso, juga mengatakan maraknya narkoba diselundupkan ke Indonesia antara lain disebabkan luasnya perairan Indonesia dan keterbatasan petugas. Budi juga tidak memungkiri adanya permintaan turut menjadi pemicu.

Namun menurut Budi, keberhasilan tim gabungan BNN, TNI, polisi dan Bea Cukai dalam membongkar penyelundupan 1,3 ton sabu pada 7 Februari di Batam, harus dibaca pula sebagai 'pesan kepada para bandar narkoba'.

"(Bahwa) penanganan narkoba di negeri ini tak hanya ditangani oleh BNN atau Polri semata, akan tetapi juga dibantu oleh TNI," kata Budi Waseso seperti dikutip situs resmi BNN, Selasa (20/02).

Bagaimana jalan keluarnya?

Saat peringatan Hari Antinarkotika Internasional, 26 Juni 2016, Presiden Joko Widodo sudah meminta jajaran penegak hukum di Indonesia bertindak tegas dengan menembak pengedar narkoba.

Permintaan ini kemudian selalu diulangi oleh Jokowi dalam berbagai kesempatan, dengan alasan masalah peredaran narkoba di Indonesia sudah sampai di titik darurat, sehingga dia menyarankan agar kepolisian dan BNN bisa bertindak lebih tegas..

"Terutama pengedar-pengedar narkoba asing, yang masuk kemudian sedikit melawan, sudah langsung ditembak saja," tegas Presiden saat penutupan musyarawarah kerja nasional Partai Persatuan Pembangunan, pertengahan 2017 lalu.

Sejumlah kalangan kemudian membandingkan pernyataan Presiden ini dengan kebijakan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.

Dalam beberapa kesempatan, juru bicara BNN, Sulistiandriatmoko, mengatakan bahwa pernyataan presiden ini tidak serta-merta menjadi panduan bagi petugas di lapangan, karena menurutnya sudah ada aturan hukum yang jelas.

Sulistiandriatmoko membantah bahwa pernyataan presiden akan mengubah aksi memerangi narkoba di Indonesia menjadi menjadi seperti Filipina dengan metode Presiden Duterte.

"Tidak bisa disama-samakan dengan negara lain, beda kultur juga kan antara Indonesia dengan Filipina," katanya.

Bagaimanapun, langkah yang dipraktekkan Filipina, selain melanggar HAM, juga dinilai tidak akan efektif dalam mengatasi masalah narkoba di Indonesia, kata Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, yang kerap menangani kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba.

"Artinya ada problem dengan kebijakan tersebut. sehingga tidak perlu diulang di Indonesia," kata Ricky. Lagipula, menurutnya, banyak korban tidak bersalah dalam ditembak mati dalam kasus di Filipina.

Menurut Ricky, salah-satu solusi tepat yang dianggapnya dapat menyelesaikan masalah penyelundupan, pengedaran, dan penggunaan narkoba secara ilegal di Indonesia adalah dengan langkah dekriminalisasi narkoba.

"Pemakaian narkotika itu semestinya diperlakukan sebagai persoalan kesehatan, bukan persoalan hukum seperti yang berlaku di Indonesia sekarang," jelasnya kepada BBC Indonesia.

Selama masih dinyatakan sebagai persoalan hukum, menurutnya, maka orang-orang yang hendak melakukan rehabilitasi narkoba akan tetap mengalami kesulitan. "Bagaimana mau mengikuti rehabilitasi, kalau dianggap tindak kejahatan," ujarnya.

Dia kemudian menyarankan agar Indonesia membuka opsi bagi kebijakan dekriminalisasi terhadap narkoba, seperti yang sudah dipraktekkan oleh Portugal dan Slowakia. Di dua negara itu, lanjutnya, masalah kejahatan narkoba bisa ditekan draktis setelah ditempuh kebijakan seperti itu.

"Kalau kita dekriminalisasi pemakaian narkotika, berarti pemakaian narkotika bukan ilegal. Nah, dengan men-dekriminalisasi itu justru merusak pasar gelap narkoba," katanya.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Udin