Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peraturan Kawasan Berikat Angkat Bisnis Pengusaha Lokal
Oleh : Redaksi/detikFinance
Rabu | 28-12-2011 | 15:00 WIB

JAKARTA, batamtoday - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) meyakini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 147/PMK.04/2011 tentang kawasan berikat tidak akan mematikan pengusaha lokal maupun asing di Indonesia khususnya Korea. Justru, industri lokal akan terbantu dengan adanya persaingan barang.

"Melalui PMK ini maka orientasi lebih ke ekspor, bukan untuk penjualan di dalam negeri. Justru dengan peraturan ini akan kembalikan ke relnya, karena kita ingin melindungi produksi dalam negeri tetapi juga tidak menghambat ekspor," kata Direktur Fasilitas Kepabeanan Bea Cukai Nasar Salim, seperti dikutip dari detikFinance, Rabu (28/12/2011).

Dijelaskan Nasar, dalam aturan yang mulai direalisasikan per 1 Januari 2012 nantinya produsen dalam negeri akan terbantukan karena produsen kawasan berikat hanya boleh menjual maksimal 25% dari realisasi ekspor ke dalam negeri.

Meskipun berlaku per 1 Januari 2012, sambungnya, pemerintah masih akan memberi waktu untuk masa transisi sampai 31 Desember 2014 kepada perusahaan untuk menyesuaikan.

"Kita beri waktu perusahaan untuk relokasi sampai 2014. Saat itu, perusahaan harus sudah memenuhi dua hal, masuk kawasan industri, mempunyai pabrik seluas minimal satu hektar," lanjut Nasar.

Menurut Nasar, saat ini penyelenggaraan kepabeanan dan kawasan berikat banyak yang tidak sesuai dengan UU. Sesuai dengan UU, misalnya, kepabeanan adalah tempat penimbunan untuk mendapatkan bea masuk dan menimbun barang yang akan diolah lagi di dalam negeri (dari barang mentah misalnya jadi barang jadi).

Barang-barang di kawasan berikat ini, sesuai dengan PP Nomor 32 tahun 2009, juga harus berorientasi ekspor. Kalaupun di jual di pasar dalam negeri, maksimal hanya 25% dan sisanya harus diekspor.

"Namun kondisi saat ini, ternyata lebih dari 25 persen dari barang-barang impor tersebut ternyata di jual di pasar dalam negeri. Kalau memang begini (dijual di pasar dalam negeri) ya lebih baik ngomong dari awal dan bayar (bea masuk dan pajak)," kata Dia.

Bea Cukai selama ini menemukan kasus yang terjadi dalam impor khususnya TPT (tekstil). Di tahun 2011 terdapat 73 kasus terkait pelanggaran tersebut.

"Kasus pelanggarannya seperti belum izin bea cukai, mengeluarkan barang di luar bea cukai," papar dia.

Dalam aturan baru ini, Ditjen Bea Cukai juga akan lebih melakukan pengaruran terkait optimalisasi pelayanan dan pengawasan, menerapkan manajemen resiko, menghindari pemberian fasilitas yang kurang tepat dengan membatasi subkontrak kegiatan utama, dan mendayagunakan IT untuk pelayanan serta pengawasan.

"Serta mampu menghindari pemberian fasilitas yang kurang tepat dengan cara membatasi sub kontrak untuk kegiatan utama," terangnya.