Surga di Batam Itu Telah Hilang
Oleh : Redaksi
Kamis | 11-02-2016 | 08:00 WIB
pencaker_di_batam.jpg
Para pencari kerja di Batamindo Mukakuning Batam. (Foto: Harun Al Rasyid)

ADA yang hilang dari Batam. Padahal, itulah "surga" yang selama menarik arus gelombang urbanisasi ke Batam. Surga itu adalah lowongan pekerjaan. Kini, 1 lowongan pekerjaan harus diperebutkan oleh sekitar 375 orang. Apakah solusi terbaik mengembalikan surga itu? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM mengenai hilangnya "surga" Batam. 

Ketika sekitar tiga ribuan anak muda, usia produktif, berjejal berdesakan di depan pagar sebuah pabrik di Kawasan Industri Batamindo, Mukakuning, Seibeduk, Batam, apa yang Anda bayangkan? Sungguh, itu adalah sebuah potensi besar yang dapat "menggoncang" dunia. Bukankah Bung Karno hanya "perlu" 10 pemuda untuk menggoncang dunia itu. Ini ada tiga ribu. Ya, tiga ribu pemuda!

Jum'at, 5 Februari 2016, mereka membawa lamaran pekerjaan dan semua persyaratan yang diminta. Tujuan mereka adalah lolos seleksi dan menjadi karyawan PT Sumitomo Wiring System Batam. Hanya 80 orang yang dipilih dari tiga ribu orang pelamar kerja itu. 60 orang karyawati dan 20 orang karyawan. Mereka akan dipekerjakan menjadi operator industri harnes kabel dan peralatan otootif dan elektrik. 

Hanya mereka yang memiliki tinggi badan minimal 160 centimeter, lulus tes administrasi, fisik dan wawancara saja yang berhak memakai seragam operator mesin pabrik Jepang itu. "Saat ini kita hanya terima 80 karyawan, 20 pria dan 60 untuk pekerja wanita," ujar Human Resources Development (HRD) PT Sumitomo Wiring System Batam, Mudiana, Selasa (8/2/2016). 

Untungnya, manajemen perusahaan Jepang di Batam ini tersentuh rasa kemanusiaannya. Melihat antusiasme yang sedemikian besar, tak sebanding dengan lowongan yang ada, kemungkinan mereka akan menambah jumlah kuota karyawan yang akan direkrut. "Kasihan lihat pencaker (pencari kerja) di Batam. Hari ini kita akan menerima lebih dari 20 orang," ungkap Joko Adi Prabowo, Senior Supervesor PT Sumitomo Wiring System Batam. 

Rekrutmen operator mesin di PT. Sumitomo Wiring System Batam itu menggambarkan, betapa kini "surga" itu telah hilang dari Batam. Padahal, lima atau bahkan tujuh tahun lalu, peristiwa seperti ini nyaris tak pernah terjadi. Industri di Batam, apalagi industri galangan kapal, menawarkan ribuan lowongan pekerjaan. Sehingga, Batam menjadi pulau impian bagi anak-anak muda untuk memulai karirnya. 

Dengan sejuta mimpi, anak-anak muda dari berbagai daerah di Indonesia itu, bergerak menyerbu Batam. Tapi apa yang terjadi? Industri sepi oder. Ekonomi dunia dihantam resesi. Berbagai tekanan ekonomi membuat manajemen industri menerapkan jurus bertahan, sekadar hidup. Ditambah lagi tekanan dari internal. Yaitu karyawan sendiri yang mogok kerja, demo, menuntut kenaikan upah dan instrumen kesejahteraan buruh lainnya. 

Bagi manajemen industri yang memiliki cukup simpanan deposito, mereka masih bisa bertahan. Tapi bagi mereka yang sudah cekak dan koyak, pilihan yang tersisa adalah angkat koper dan balik kampung. Atau, memindahkan industri mereka ke negara lain yang lebih "ramah" bagi mereka. 

Lalu, apa solusi terbaik untuk mengembalikan "surga" yang hilang dari Batam itu? Salah satunya adalah menjaga industri dan investasi asing yang masih bertahan di Batam. Janganlah berburu di kebun binatang sendiri. Dan bagi anak-anak muda yang sudah bekerja, janganlah membalikkan periuk nasi sendiri. 

Bagi pemerintah, baik itu Pemerintah Kota Batam maupun Badan Pengusahaan Batam, ayo kawal industri yang ada, lindungi mereka. Jangan tutup mata dan pura-pura tidak tahu pada persoalan mereka. Apalagi, di era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) ini, hanya pemerintah yang ramah investasi-lah yang akan memenangkan persaingan global. 

Kini, tinggal hitungan hari saja, Kota Batam akan memiliki walikota baru. Sosok yang lebih lincah, berwawasan bisnis, memiliki jaringan luas dan semoga akan jauh lebih baik dari Walikota Batam saat ini. Dialah H. Muhammad Rudi dan wakilnya, Amsakar Achmad. Semoga, tandem ini berhasil mengembalikan "surga yang hilang itu". Amien. 

Editor: Dardani