Tak Kunjung Divonis, Pengoplos Gas LPG Gagal Dapat Kepastian Hukum
Oleh : Gokli Nainggolan
Selasa | 27-10-2015 | 20:20 WIB
IMG_20151027_165306.jpg
Harry dan Rudi Hartono, dua orang terdakwa pengoplos gas saat menjalani sidang di PN Batam. (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Harry dan Rudi Hartono, terdakwa pengoplos gas LPG bersubsidi gagal mendapat kepastian hukum di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Kendati tidak ditahan, kedua terdakwa belum juga divonis, meski sudah dituntut masing-masing 2 tahun penjara.

‎Sejak ditangkap polisi sampai saat ini, kedua terdakwa memang tidak pernah merasakan mendekam di penjara. Namun, keduanya tak kunjung mendapat kepastian hukum.

Harry dan Rudi Hartono, mulai menghadapi proses hukum di PN Batam sejak Juni 2015 lalu. Diawai dari dakwaan, pemeriksaan saksi fakta, pemeriksaan terdakwa, hingga tuntutan, proses persidangan kerap ditunda, begitu juga dengan putusan.

Alasan penundaan sidang sangat klasik, saksi belum bisa hadir, tuntutan belum siap, hakim lagi sakit, dan amar putusan belum selesai. ‎Alasan seperti itu seakam menjadi tradisi, tak jarang lagi kata tunda itu mewarnai proses persidangan.

Harry dan Rudi Hartono, masing-masing dituntut 2 tahun penjara‎ pada 3 September 2015 lalu. Setelah dituntut, Majelis Hakim Sarah Louis Simanjuntak, didampingi Arif Hakim dan Tiwik, menunda sidang selama satu minggu, untuk terdakwa membuat pembelaan.

‎Setelah sekian lama tak pernah disidang, kedua terdakwa kembali muncul di PN Batam pada Selasa (27/10/2015). Kehadiran keduanya, sejatinya untuk mendapat kepastian hukum. Tetapi, sidang dengan agenda pembacaan putusan itu kembali ditunda.

Untuk penundaan kali ini, majelis hakim mengaku belum selesai bermusyawarah. "Majelis belum bermusyawarah, sidang ditunda," kata Ketua Majelis Hakim Sarah Louis Simanjuntak.

Setelah palu diketok pertanda sidang ditunda, Harry dan Rudi Hartono beranjak dari kursi pesakitan. Keduanya melangkah pelan meninggalkan ruang sidang dengan wajah kusam. "Tunda terus," gerutu Harry, sambil berlalu meninggalkan lokasi PN Batam.

‎Sebelumnya, Harry dan Rudi Hartono, dua terdakwa pengoplos gas elpiji 3 kilogram, dituntut 2 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Tuntutan tersebut dinilai terlalu ringan mengingat terdakwa Harry sudah pernah dihukum dengan kasus yang sama.

Selain hukuman 2 tahun penjara, Jaksa Penuntut Umun (JPU) Barnad, juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp 5 miliar. Sebab, perbuatan kedua terdakwa melanggar pasal 53 huruf d Undang-Undang RI nomor 22 Tahun 2001 jo pasal 55 KUHP‎.

"Menuntut agar Majelis Hakim menghukum terdakwa 2 tahun penjara dan menetapkan perintah penahanan," kata Barnad, Rabu (2/9/2015) sore di PN Batam.

Atas tuntutan JPU, kedua terdakwa mendapat kesempatan melakukan pembelaan. Pledoi itu akan disampaikan dalam sidang selanjutnya secara tertulis kepada Majelis Hakim.

Diberitakan sebelumnya,‎ kendati sudah berstatus terdakwa dan sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, dua pelaku pengoplosan elpiji 3 kilogram, Harry dan Rudi Hartono, tak jua ditahan. Padahal, perbuatan kedua terdakwa ini sudah merugikan masyarakat banyak dan salah satu faktor penyebab kelangkaan gas elpiji bersubsidi di Kota Batam.

Dalam persidangan yang digelar pada Kamis (20/8/2015) sore di PN Batam, Harry selaku Direktur PT Eka Delta Mas dan Rudi Hartono selaku pengawas aktivitas pengoplosan gas milik perusahaan tersebut mengakui perbuatannya. Kedua terdakwa juga mengakui tidak memiliki izin niaga dan izin lainnya untuk melakukan pengoplosan.

Dikatakan Harry, PT Eka Delta Mas memiliki dua gudang atau tempat pengoplosan elpiji. Gudang pertama yang terletak di Batuampar sebagai gudang penimbunan gas oplosan tersebut sebelum didistribusikan kepada konsumen. Sementara satu gudang lainnya terletak di Kampung Durian, Kecamatan Bengkong, sebagai tempat pengoplosan atau penyulingan.

Awalnya, terdakwa Harry memberikan keterangan yang berbelat-belit. Tetapi setelah dicecar majelis hakim, terdakwa pun mengakui perbuatan mereka memindahkan isi tabung elpiji 3 kilogram bersubsidi ke dalam tabung 12 kilogram milik Pertamina dan tabung eks Singapura.

"Di gudang pengoplosan yang di Bengkong ada enam karyawan yang memindahkan isi tabung 3 kilogram ke tabung 12 kilogram. Keuntungan per tabung sekitar Rp15 ribu," jelas dia. Baca: Pengoplos Gas Elpiji Ini Hanya Dituntut 2 Tahun Penjara

Terdakwa yang sudah pernah menjalani hukuman dengan kasus serupa itu menambahkan, tabung elpiji 3 kilogram itu didapat atau dibeli dari pangkalan resmi maupun ilegal. Aktivitas pengoplosan itu, lanjutnya, dimulai satu bulan yang lalu.

Keterangan terdakwa tak langsung dipercaya majelis hakim. "Saudara punya dua gudang, ada enam karyawan yang melakukan pengoplosan, alat-alatnya lengkap, bagaimana mungkin baru satu bulan? SPDP-nya saja sudah mulai Januari 2015. Anda itu jangan bohong, semua ada dalam berita acara ini," bentak Hakim Sarah.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan terdakwa Rudi Hartono, bahwa PT Eka Delta Mas tidak memiliki izin untuk melakukan pengoplosan. Hanya saja, katanya, dia baru satu bulan bekerja dengan terdakwa Harry sebagai pengawas di gudang yang terletak di Bengkong.

"Saya hanya pengawas di gudang saja. Itu pun baru satu bulan kurang satu minggu sebelum digerebek polisi," kata dia.

Usai mendengar keterangan kedua terdakwa, majelis hakim langsung menunda sidang sampai satu pekan. Sidang berikutnya akan dilanjutakan pada Rabu (26/8/2015) pekan depan.

Editor: Dardani