Pasien Tumor Ganas Ditetapkan PDP Meninggal, Diminta Uang Peti dan Ambulan
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Selasa | 21-04-2020 | 14:36 WIB
pasien-pdp-batam-meninggal_jpg2.jpg
Keluarga Almarhumah Rohana Saat Menjalani Uji Rapid Test. (Foto: Putra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Almarhumah Rohana (57), warga Bukit Jodoh Kelurahan Sei Panas, Kecamatan Batam Kota, menghembuskan nafas di Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Kota Batam, Senin (20/4/2020) sore.

Di tengah suasana duka itu, pihak keluarga dikejutkan dengan penetapan almarhumah sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Selain itu, jasad almarhumah juga harus dikebumikan sesuai dengan standar protokol pasien Covid-19.

 

Keheranan dan kabar mengejutkan itu disampaikan oleh anak almarhumah, Rachmat Suryana ketika ditemui di kediamannya, Selasa (21/4/2020).

Diungkapkannya, ibunya meninggal karena mengidap tumor ganas, hal ini diungkapkannya sesuai dengan yang di sampaikan dokter Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) beberapa waktu lalu.

"Almarhumah memang sudah lama sakit mulai dari tahun lalu dan dirawat di rumah. Kemudian ibu-ibu di sekitar rumah membantu dengan membuatkan BPJS Kesehatan lalu dibawa ke Rumah Saki Budi Kemuliaan untuk berobat," kata Rachmat.

Almarhumah Rohana pun mulai dirawat mulai dari, Selasa (7/4/2020) lalu di RS Budi Kemuliaan hingga, Jumat (10/4/2020). Kemudian dibawa keluarga pulang ke rumah untuk dirawat dan melakukan kontrol kondisi kesehatannya.

"Kata pihak rumah sakiti, BPJS Kesehatan cuman berlaku tiga hari. Jadi kami bawa almarhumah sambil menunggu proses rontgen dan pemeriksaan kesehatan lainnya. Setelah semua dilakukan, hasilnya pun mengatakan ibu mengidap tumor ganas," ungkapnya.

Karena penyakitnya yang sudah cukup parah Rohana akhirnya disarankan untuk melakukan rujukan perawatan lebih dengan dokter spesialis onkolog atau spesialis kanker yang dimiliki tiga rumah sakit di Batam yakin RS Awal Bros, RS Embung Fatimah, dan RS BP Batam.

"Saat datang kontrol dan hasilnya menurut mereka sudah terlalu akut penyakit yang diderita dan disarankan untuk ke Dokter Ontolog, lalu keluarga memilih rujukan ke RS awal Bros dan melakukan pendaftaran secara online dan tanggal 25 April 2020 baru bisa melakukan perawatan," jelasnya.

Lanjut Rachmat, kondisi Rohana pada Senin (20/4/2020) semakin memburuk dan sekitar Pukul 10.00 WIB keluarga kembali membawa Rohana ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Budi Kemuliaan.

"Sesampainya di sana dilakukan pemeriksaan lagi oleh tim kesehatan UGD RSBK dan almarhumah diberikan oksigen untuk napas bantuannya," ungkapnya.

Usai serangakaian tindakan medis dan pemeriksaan itu, pihak rumah sakit tidak ada memberikan keterangan almarhumah Rohana mengalami gejala atau tanda-tanda Covid-19.

Almarhumah Rohana pun menghembuskan napas terakhirnya di ruang UGD RS Budi Kemuliaan sekitar Pukul 15.30 WIB.

Namun, informasi mengejutkan tiba-tiba datang dari pihak RSBK. Pihaknya menyampaikan bahwa Rohana memiliki gejala Covid-19 atau masuk kategori PDP sehingga harus dikebumikan sesuai dengan protokol Kesehatan penanganan Covid-19.

"Saya disuruh ke kasir, dan disampaikan bahwa peti mati di rumah sakit habis jadi saya diarahkan untuk menghubungi salah satu penyedia peti mati yang nomornya diberikan oleh petugas rumah sakit untuk dihubungi. Kami pun mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,5 juta untuk membayar layanan itu," tegasnya.

Padahal, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memalui surat Keputusan Nomor HK.01.07 Menkes/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu bagi Rumah Sakit (RS) yang menyelenggarakan pelayanan Virus Korona (COVID-19).

Di mana dalam surat tersebut telah diatur penggantian biaya terhadap rumah sakit dari dirawat hingga sampai penguburan jenazah pasien positif Covid-19 dan pasien terduga atau pasien dalam pengawasan.

Dalam surat tersebut juga diatur biaya peti mati proses lainnya hingga alat transportasi jenazah ke pemakaman dan kesemuanya ditanggung oleh pemerintah.

"Saya ditanya oleh petugas rumah sakit apakah peti yang saya pesan kemarin sudah dibayar dan saya menunjukan bukti pembayaran kepada mereka dan almarhum diurus proses penguburan oleh pihak rumah sakit," lanjutnya.

Penetapan status PDP ini dianggap ganjal dan dianggapnya sebagai akal-akalan pihak rumah sakit agar mendapatkan anggaran double.

"Sekarang kami di rumah juga didatangi pihak puskesmas untuk menjalani tes Rapid Test dan hasilnya semua non reaktif. Saya harap hal ini tidak terjadi kepada masyarakat lainnya. Ini dapat menyebabkan keluarga korban merasakan sanksi sosial," tegasnya.

Editor: Dardani