Tiga Kali Mangkir RDP di Komisi II

Dinilai Telah Melecehkan Parlemen, Menko Darmin akan Dipanggil Paksa
Oleh : Irawan
Rabu | 15-05-2019 | 09:04 WIB
darmin1.jpg
Menteri Perekonomian Darmin Nasution

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi II DPR menilai ketidakhadiran Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB) Batam yang juga Menko Perekonomian Darmin Nasution sebanyak tiga kali dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait penataan dualisme di Batam dan masalah kebijakan ex-officio sangat melecehkan parlemen.

Hal itu disampaikan dua Anggota DPR yang duduk di Komisi II, yakni Firman Subagyo dari F-PG dan Dwi Ria Latifa dari F-PDIP, dalam RDP yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR, Herman Khaeron, Senin (13/5/2019).

Menurut Firman, ketidakhadiran Darmin sebanyak tiga kali sangat melecehkan parlemen, dan menganggap persoalan Batam tidak penting untuk dilesaikan. Padahal penyelesaian masalah Batam sangat penting, dan ditunggu oleh investor.

"Ketidakhadiran Ketua Dewan Kawasan Batam ini sangat melecehan parlemen. Padahal, ini persolan yang sangat penting untuk dibahas untuk penyelesaian masalah Batam yang sangat urgen," ujar Firman.

Firman menilai dengan ketidakhadiran itu, Darmin makin menjerumuskan Presiden Joiko Widodo (Jokowi) melanggar undang-undang. Sebagai pendukung koalisi, Golkar tidak ingin Presiden dijerumuskan oleh para pembantunya demi kepentingan politik kelompok dan golongan tertentu.

"Kita menilai masalah ex-officio ini untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu, dan Menteri Perindustrian saja tidak dilibatkan, bukan karena menterinya dari Golkar, tapi ini demi kepentingan Batam. Saya tidak rela, Presiden dijerumuskan oleh untuk memuluskan bisnis dan kepentingan kelompok tertentu. Ini sudah tidak benar," katanya.

Sedangklan Anggota Komisi II Dwi Ria Latifa dari Fraksi PDIP menegaskan, selain melecehkan DPR, akibatnya RDP yang telah digelar beberapa kali tidak bisa mengambil keputusan penyelesaian masalah Batam

"Percuma kita RDP beberapa kali, toh tidak bisa menghasilkan keputusan apa-apa, makanya saya berpikir agar Pansus didorong dan kalau tidak datang bisa memanggil paksa Pak Darmin. Saya titip ini, karena periode depan saya tidak duduk lagi, Pansus harus dilanjutkan," kata Dwi Ria.

Ria menilai masalah ex-officio adalah untuk memuluskan kepentingan Walikota Batam dan kelompoknya, bukan murni membangun Batam. "Saya tidak rela kampung saya diacak-acak untuk kepentingan kelompok tertentu. Walikota ini sudah bikin masalah sejak 2017 lalu, kalau Kepala BP Batam hadir, Walikota tidak hadir, mirip Micky Mouse saja," kata politisi PDIP ini.

Atas desakan Firman dan Dwi Ria ini, RDP Komisi II akhirnya memutuskan Pimpinan DPR agar mengirimkan surat ke Presiden agar menegur Menko Perekonomian dan membatalkan kebijakan ex-officio Kepala BP Batam.

"Komisi II juga meminta kepada pimpinan untuk segera menindakkuti dengan menulis surat ke Presiden terkait keputusan rapat nomor 1, dan selanjutnya agar segera membentuk egera membentuk Pansus penyelesaian masalah Batam," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron saat membacakan kesimpulan RDP.

Herman mengatakan, draf usulan pembentukan Pansus sudah selesai tinggal disampaikan ke Pimpinan bersama usul iniaiif pembentukan Pansus penyelesian masalah Batam yang sudah ditandatangi 29 Anggota Komisi II DPR.

"Pansus kita tindaklajuti, draf sudah siap nanti sekalian kita kirim surat ke Pimpinan. Kita berharap agar ibu Ria bisa menjadi Ketua Pansus dan selesai sebelum akhir periode ini," ujar Herman.

Komisi II, kata Herman, juga meminta pemerintah untuk menangguhkan pembahasan RPP tentang perubahan kedua atas PP 46 Tahun 2017 tentang KPBPB Batam.

Darmin yang juga menjabat Menteri Koordinator Perekonomian itu sudah tiga kali tidak hadir saat diundang untuk menghadiri undangan untuk RDP dengan DPR dan sejumlah instansi lainnya. Kali ini Darmin tidak menghadiri RDP meski pihak Ombudsman, Kadin Batam, Kadin Kepulauan Riau (Kepri), Kemenkum HAM, dan Lembaga Kajian Universitas Gadjah Mada (UGM) turut hadir di Senayan.

Pada RDP tersebut Herman Khaeron mengatakan bahwa Komisi II DPR mendesak pemerintah untuk merumuskan dan menetapkan hubungan kelembagaan BP Batam dengan Pemkot Batam. Menurutnya, hubungan tersebut harus mempertimbangkan aspek regulasi, ekonomi, dan kelembagaan yang tidak bertentangan dengan Undang-undang yang melibatkan masyarakat dan pihak terkait.

Menurutnya, Batam adalah wilayah khusus dengan kerja khusus pula. Karena itu perlu ada kebijakan pemerintah yang konprehensif untuk menata ulang Batam. Karena itulah Komisi II DPR meminta penjelasan kepada Dewan Kawasan Komisi Batam yang diketuai Darmin Nasution.

Herman mengakui dualisme penataan kawasan Kota Batam di Provinsi Kepulauan Riau menimbulkan tumpang tindih regulasi dan kewenangan antara Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Wali Kota Batam.

Pemerintah Pusat lewat Dewan Kawasan Batam bahkan menunjuk Wali Kota Batam sebagai ex officio BP Batam. Inilah yang memunculkan desakan agar Komisi II DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) penyelesaian masalah Batam.

Dalam rapat itu juga terungkap bahwa rangkap jabatan (ex officio) Wali Kota Batam untuk menjadi Kepala BP Batam telah menyalahi regulasi. Seperti diketahui, jabatan Kepala BP Batam ada di wilayah ekonomi dan bisnis, sedangkan Wali Kota ada di wilayah pemerintahan.

"Komisi II memandang penunjukkan Wali Kota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena itu Komisi II mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang perubahan free trade zone menjadi Kawasan Ekonomi Khusus selama tidak memberi dampak khusus pada usaha kecil menengah dan masyarakat Batam, serta masyarakat Kepri pada umumnya," kata politisi Partai Demokrat ini.

Editor: Surya