Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait Adanya Penjara dan Pemborgolan Siswa

Disdik Batam dan Provinsi Kepri Perlu Selidiki SOP Mendidik Siswa di SPN Dirgantara
Oleh : Romi Chandra
Selasa | 11-09-2018 | 18:40 WIB
sop-spn.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Komisoner KPAI, Putu Elvina Gani.

BATAMTODAY.COM, Batam - Adanya pemborgolan dan tindakan kekerasan di SPN Dirgantara tentunya sangat mencoreng dunia pendidikan di Kota Batam. Bahkan, pihak sekolah juga mengaku memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri untuk menangani siswa bermasalah di SPN Dirgantara.

Namun sejauh ini seperti apa SOP tersebut juga belum diketahui pasti. Apakah SOP-nya bisa menghukum dan menindak sendiri siswa dengan cara memborgol dan memasukkan ke dalam sel? Hal ini dipertanyakan Komisoner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina Gani, Selasa (11/9/2018).

"Kalau SOP milik sekolah seperti itu, menurut kami sama sekali tidak sesuai dengan aturan sistem pendidikan nasional. Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam dan Provinsi harus ambil tindakan mengenai SOP sekolah itu," pinta Putu.

Ditambahkan, saat mediasi yang juga ada Kapolresta Barelang, ditanyakan seperti apa SOP tersebut, namun oknum anggota Polisi yang merupakan pembina di sekolah itu tidak bisa menjawab. "Yang bersangkutan hanya menjawab kalau ada SOP sendiri tetapi tidak bisa menjelaskan seperti apa SOP-nya," lanjutnya.

Baca:

Menurut Putu, SOP sekolah harus mengacu pada Sisdiknas secara umum dan untuk anak bermasalah harus mengacu pada UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yaitu UU nomor 11 tahun 2012.

Pihaknya juga mendapat laporan, bahwa oknum tersebut selain menuduh anak ini melakukan pidana mencuri, juga menuduhnya sebagai pengedar narkoba dan mencabuli pacarnya. Ini adalah tuduhan yang dibuat-buat dan diadili di sekolah.

"Ibaratnya sekolah punya peradilan sendiri yangg sangat melanggar hak anak. Untuk SPPA sebenarnya melibatkan banyak pihak dan lembaga, tidak bisa diselesaikan di internal sekolah yang rentan terjadi persekusi dan pelanggaran hukum pada anak," tegasnya lagi.

Dijelaskan juga, jika sekolah menghukum atau memberikan sanksi pada pelajar yang nakal atau melakukan tindak pidana bisa juga dengan menerapkan sistem restorative justice yang melibatkan beberapa pihak seperti guru, orangtua, komite, tokoh masyarakat dan bisa juga libatkan praktisi pendidikan maupun dewan pendidikan.

"Reatorative justice yaitu menghukum atau memberikan sanksi yang mendidik dan membina anak. Tujunnya mengubah perilaku anak dari tidak baik menjadi baik dengan bentuk hukuman tidak dengan kekerasan, hukuman fisik ataupun pemenjaraan," jelasnya.

Bentuk hukuman yang bisa ditempuh antara lain bisa variatif dan kreatif. Misalnya, dengan menambah tugas belajar, bekerja di pustaka, menambah piket kelas. Bisa juga hukuman lain di luar sekolah dengan kerja sosial, ikut pelatihan dan sebagainya.

"Tujuan SPPA, untuk tetap menjaga harkat dan martabat anak dan tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang," pungkasnya.

Editor: Gokli