Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPAI Desak Polisi dan Disdik Kepri Usut Tuntas Kekerasan di SPN Dirgantara
Oleh : Romi Chandra
Senin | 10-09-2018 | 18:28 WIB
kpai-putu.jpg Honda-Batam
Komisioner KPAI, Putu Elvina.

BATAMTODAY.COM, Batam - Dugaan kekerasan berupa pemborgolan dan penyenderaan yang dialami R, siswa Sekolah Penerbangan Nasional (SPN) Dirgantara Batam, oleh pihak sekolah menjadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komisioner KPAI, Putu Elvina, saat dihubungi mengatakan kasus tersebut harus didalami. Dia juga menyatakan persoalan yang dihadapi R menjadi atensi dan dalam pengawasan KPAI.

Menurutnya, ada dua hal yang menjadi perhatian pihaknya. Pertama, terkait sistem yang terjadi di dalam. Ada pola pendislipinan perlakuan yang salah dilakukan oleh pembiananya, disinyalir seperti itu.

"Anak tersebut disinyalir melakukan pencurian. Tetapi kan belum terbukti, belum ada laporan, dan lainnya sebagainya. Makanya kami sangat menyesalkan upaya yang dilakukan pihak sekolah dengan cara melakukan penangkapan dengan cara sewenang-wenang dan melanggar hukum," sesalnya, Senin (10/9/2018).

"Kan anak itu dijemput di Hang Nadim, saya lihat gambarnya itu perbuatan melanggar hukum, penangkapan sewenang-wenang kemudian penahanan selama beberapa hari di sel sekolah. Itu menjadi masalah yang kedua," sesalnya lagi.

Melakukan penangkapan sewenang-wenang itu, lanjutnya, tentu sudah salah karena tidak sesuai dengan prosedur hukum dan penahanan juga tidak sesuai dengan undang-undang. "Laporan tentang pencurian ini tidak ada dan sebagainya. Artinya oknum sekolah ini, siapa pun yang melakukan sudah melanggar hukum. Lalu menahan anak selama beberapa hari, seseorang yang dirampas kemerdekaannya maka dia harus mendapat keadilan di muka hukum. Perampasan kemerdekaan oleh oknum pembinanya ini merupakan pelanggaran HAM," tegasnya.

Makanya dalam hal ini sebenarnya banyak aturan yang dilanggar. Kemudian pihak sekolah juga melakukan intimidasi terhadap anak, memprovokasi murid dan sekoah untuk melakukan demo, kesalahannya makin banyak.

"Saya pikir, apa yang sudah dilakukan ini tidak sesuai dengan prosedur layaknya sekolah yang benar. Makanya KPAI minta perhatian dari Pemprov terutama Dinas Pendidikan Provinsi karena SMA/SMK itu di bawah wewenangnya Dinas Pendidikan Provinsi," pintanya.

Dengan kata lain, jangan sampai Dinas Pendidikan yang menjadi orang berwenang dalam menangani, untuk melihat, mengevaluasi apa yang terjadi di sekolah tetapi kemudian lepas tangan, seolah-olah terkesan seperti itu.

"Jadi seharusnya mereka (Disdik) sudah tau di sekolah ada sel, mereka harusnya memantau dan harus ada pengawasan rutin yang dilakukan. Kok bisa kemudian proses disiplin dan penghukuman siswa dilakukan seperti itu," tegasnya lagi.

"Dinas Pendidikan harus menegur, memastikan bahwa sel itu tidak ada. Memastikan bahwa sistem belajar mengajar di sekolah itu jauh dari kekerasan. Itu yang harus dilakukan Dinas," imbuhnya.

Artinya, ada hal yang harus diperhatikan, yakni untuk masalah sistem, masalah proses belajar dan mengajar dan pendisiplinan dan termasuk sarana dan prasarana yang harus mereka awasi lebih lanjut.

"Tanggung jawab Disdik harus kuat, mereka harus berani untuk kemudian memperbaiki sistem yang ada," kata Putu.

Sementara itu, proses hukum harus dilakukan pihak Polresta Barelang. Polisi harus mengambil langkah-langkah hukum yang tegas untuk memastikan kejadian persekusi atau main hakim sendiri.

Apalagi di dunia pendidikan, diharapkan bisa diproses secara hukum. Bahkan semua orang dilarang untuk melakukan pelanggaran hukum dalam arti perampasan kemerdekaan dengan penangkapan sewenang-wenang tersebut.

"Jadi seharusnya ini menjadi perhatian Polresta, Polda untuk memproses. Apalagi yang melakukan ini adalah oknum dari Polres juga. Ini berarti Kapolres harus tegas, Poldanya juga harus tegas, Propamnya juga harus intens untuk memproses ini supaya nanti jangan sampai ada upaya main hakim sendiri sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum tersebut, itu yang jadi konsen KPAI," harapnya.

Editor: Gokli