Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Perlu Jelaskan Alasan Pengalihan FTZ Batam Jadi KEK
Oleh : Nando Sirait
Jumat | 09-03-2018 | 09:26 WIB
ampuan-2.jpg Honda-Batam
Peneliti/Praktisi Hukum di Kota Batam, Ampuan Situmeang. (Dok Batamtoday.com)

"Sitem dan mekanisme pengelolaan Batam ini tidak pernah konsisten. Kita atau semua pihak tidak akan alergi terhadap perubahan, sepanjang perubahan itu mengandung kepastian hukum dan perbaikan pelayanan kepada investor dan masyarakat," Ampuan Situmeang, Peneliti/Praktisi Hukum di Batam.

BATAMTODAY.COM, Batam - Wacana pemerintah pusat mengalihkan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, atau Free Trade Zone (FTZ), menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) perlu dijelaskan kepada masyarakat umum, khususnya Batam. Ini dianggap penting, agar carut marut yang terjadi selama ini tidak terulang kembali.

Peneliti/Praktisi Hukum di Kota Batam, Ampuan Situmeang, menyampaikan, konsep pengalihan FTZ ke KEK Batam perlu diurai dan disosialisasikan. Apakah penerapan FTZ yang selama ini berlaku di Batam dianggap gagal atau seperti apa?

"Semua perlu tahu apa penyebab sehingga harus dialihakan dari FTZ ke KEK. Jangan semua dianggap 'manut dan setuju' terhadap pengalihan itu," ungkap Ampuan kepada BATAMTODAY.COM, belum lama ini.

Ia juga mengatakan, banyak masyarakat, khususnya pengusaha, yang belum tahu alasan peralihan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau biasa dikenal Otorita Batam (OB) menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam. Di mana, OB sendiri tidak bubar tetapi beralih menjadi BP Batam sesuai PP nomor 46 tahun 2007 jo PP nomor 5 tahun 2011.

"Kalau begini caranya mengelola kebijakan publik, dampaknya banyak pihak yang dirugikan pada sistem administrasi negara, karena yang sekarang saja sudah carut marut," ujarnya lagi.

Menurut Ampuan, agar peralihan FTZ ke KEK mendapat dukungan dan diterima semua pihak, Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (DK-PBPB) perlu melakukan audit menyeluruh dan hasilnya dibuka ke publik.

Dengan audit menyeluruh, kata Ampuan, pemerintah dan publik tahu apakah FTZ gagal atau justru berhasil meningkatkan perekonomian Batam dan daerah sekitarnya.

Dan nantinya setelah peralihan, kata Ampuan, "Tidak lagi berulang dan berulang kejadian yang sama, berkutat dalam kubangan persoalan tumpang tindih kewenangan administratif dalam melaksanakan pembangunan Batam."

"Sitem dan mekanisme pengelolaan Batam ini tidak pernah konsisten. Kita atau semua pihak tidak akan alergi terhadap perubahan, sepanjang perubahan itu mengandung kepastian hukum dan perbaikan pelayanan kepada investor dan masyarakat," ungkap Ampuan lagi.

Ampuan juga menyinggung masalah regulasi yang belum kunjung direalisasikan pemerintah pusat sesuai amanat pasal 21 UU nomor 53 tahun 1999 yaitu hubungan kerja sama BP peralihan dari OB. Bahkan, ada yang berpendapat tidak lagi relevan karena OB telah beralih menjadi BP Batam (bukan bubar) dan UU Pemda sudah beberapakali berganti.

"Menurut saya alasan ini terlalu politis dan dibuat-buat, atau setidaknya dapat dikategorikan berlebihan. Saya menilai pemerintah pusat seperti menikmati kesemrawutan dan tumpang tindih yang terus saja dibiarkan berlanjut di Batam ini," katanya.

"Semoga ini menjadi pemikiran kita bersama dalam rangka merestorasi pengembangan Batam ke depan, sebagaimana diharapkan pemerintat pusat pada awal pembentukannya dengan Badan Otorita Batam. Seperti apa prosesnya marilah kita ikuti dan beri masukan supaya dapat memberi solusi konkrit dalam menerbitkan kebijakan yang baik ke depan," demikian Ampuan Situmeang.

Editor: Gokli