Pidana Pemilu Caleg PSI Tanjungpinang

Bacakan Pledoi Sambil Menangis, Ranat Mengaku Dizolimi Bawaslu Tanjungpinang
Oleh : Charles Sitompul
Jumat | 08-03-2019 | 15:16 WIB
pledoi-ranat1.jpg
Sidang pledoi tindak pidana pemilu dengan terdakwa Ranat Mulia Pardede. (Foto: Charles)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Terdakwa tindak pidana pemilu Ranat Mulia Pardede meneteskan air mata dan mengaku dizolimi dan dikriminalisasi atas ketidaktegasan UU serta ketidak profesionalan Bawaslu Tanjungpinang dalam penegakan hukum Pemilu.

Hal itu disampaikan Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang jadi terdakwa kasus pidana Pemilu, karena berkampanye di lembaga pendidikan, dalam pledoi pembelaanya di PN Tanjungpinang, Jumat (8/3/2019).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Zaldi Akri SH, menuntut terdakwa selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun atas pasal 521 Jo Pasal 280 ayat (1) huruf h UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Dalam pledoinya, terdakwa Ranat juga menyatakan keberatan atas tuntutan JPU, karena mengaku tidak melakukan kampanye sebagai mana yang didakwaan, serta diakaitkan dengan pengertian kampanye menurut UU yang menurutnya memiliki pengertian menyampaikan Visi dan misi yang dilakukan peserta pemilu atau pihal lain yang ditnjuk.

"Sesuai dengan UU Pemilu, Kegiatan kampanye dikatakan apabila ada menyampaikan visi dan misi. Sedangkan dalam kasus ini saya hanya memberikan kartu nama dan tidak pernah menyampaikan Visi dan Misi," sebutnya.

Hal tersebut, tambah Ranat juga sesuai dengan kesaksiaan mahasiswa dan keterangan saksi lainnya, yang menyatakan bahwa terdakwa tidak pernah menyampaikan visi dan misi saat membagikan kartu namanya.

Selain itu, Ranat juga mengaku kecewa dengan proses hukum yang dilakukan Bawaslu kota Tanjungpinang, atas pemidanaan dirinya yang seolah dipaksakan serta tidak berdasar aturan hukum dan UU, yang seharusnya mengedepankan peringatan atau teguran serta penghentiaan aktivitas kampanye jika terjadi pelanggaran.

Sebagai mana pengakuan Bawaslu, tambah Ranat, Salah satu alasan Bawaslu, memproses kasus pidana pemilu yang dialamatkan terhadapanya, berkaca dari kejadiaan kampanye di Banjar Baru, yang dilakukan caleg dan guru disalah satu sekolah dengan membagi-bagikan kartu nama dan caleg tersebut meminta guru menyampaikan pada siswanya agar orang tua murid memilik caleg tersebut.

"Saya keberatan dan tidak terima karena kasus yang dituduhkan kepa sana disamakan dengan kasus yang terjadi di Banjar Baru, karena saya tidak pernah menyuruh mahasiswa untuk memilih," ujarnya.

Ranat menambahkan, apakah adil hanya karena 6 kartu nama, dirinya harus dipidananakan. Sementara banyak caleg juga membagi-bagikan kartu namanya disejimlah tempat seperti, sekolah serta greja dan dan bahakan masjid.

Dan atas kasus pidana pemilu yang disangkakan kepadanya, terdakwa juga mengatakan, sesuai dengan UU, sebelum terjadi pemidanaan, hendakanya ada upaya pembinaan berupa teguran dan peringatan serta penghentian yang dilakukan Bawaslu, sebelum akhirnya melakukan pemidanaan.

"Saya sangat berharap, kalaupun yang saya lakukan secara spontan memberikan kartu nama kepada mahasiswa merupakan hal terlaranf dalam pemilu, harusnya sesuai dengan UU ada peringatan, dan penghentian yang dilakukan bawaslu terhadap saya. Tetapi sangat disayangkan, peringatan tersenlbut tidak pernah ada dan saya langsung dipidanakan hingga saya merasa di zolimi, dan dikriminalisasi," ujarnya.

Selain itu, tambah terdakwa, banyak pelanggaran pemilu di Tanjungpinang tetapi mengapa tidak di tindak Bawaslu,

"Saya juga merasa heran, atas kasus pelanggaran lain bawaslu terkesan abai, sementara terhadap kasus yang dituduhkan ke saya, Bawaslu sangat gencar mencari bukti-bukti dalam memperoses," sebutnya.

Bahakan, sebelum kasusnya di proses, juga terjadi pelanggaran pemilu, yang dilakukan kader partai lain, tetapi karena saksinya tidak kooperatif akhirnya dihentikan Bawaslu dan hanya sampai ke sentra Gakumdu serta tidak pernah sampai ke Pengadilan.

"Atas fakta ini, Bawaslu kota Tanjungpinang terkesan tebang pilih dan tidak profesional dalam melakukan kinerjanya,"ujar Ranat.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Heriyanto SH dari Jangkar Solidaritas PSI, mengatakan eskpesksi yang sebelumnya dibacakan dianggap bagian dari pledoi.

Dalam pledoinya, Heriyanto menyatakan, tidak setuju dengan tuntutan JPU atas terdakwa, karena kasus yang didakwakan pada Terdakwa Ranat Mulai Pardede merupakan hukum Pidana diluar KUHP atau masuk dalam hukum Pidana khusus Eskternal atau administrasi.

"Sebagai hukum Pidana Eksternal, Pidana yang disangkakan pada terdakwa seharusnya didahului dengan sanksi administrasi berupa teguran atau peringatan sebelum akhirnya pemidanaan sebagai sanksi Ultimumrimedium untuk membuat efek jera. Kenyataanya dalam pemberlakuan ini Bawaslu, Tim Gakumdu serta Jaksa Penuntut Umum langsung melakukan pemidanaan tanpa ada tindakan administrasi sebelumnya," ujar Heriyanto.

Hal ke dua, penerapan Peraturan Bawaslu sebagai dasar pemidanaan yang dilakukan Bawaslu dan Tim Sentra Gakumdu atas kasus Terdakwa Ranat Mulia Pardede dikatakan juga bertentangan dengan PKPU, serta UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Terkait dengan dakwaam JPU, yang mendakwa kader PSI dengan pasal 521 Jo Pasal 280 UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Heriyanto menegasakan, dalam fakta persidangan, tidak ada satupun keterangan saksi, maupaun ahli atau alat bukti lain yang diperiksa yang mampu menunjukan adanya unsur dengan sengaja.

"Yang ada dari fakata persidangan menyatakan, perbutan terdakwa membagikan kartu namanya, merupakan aksi spontanitas tanpa niat yang terstruktur dan diawali dengan perendanaan untuk menebarkanya," sebut Heriyanto.

Atas dasar itu, Kuasa hukum Terdakwa Ranat Mulai Pardede meminta pada Majelis Hakim, agar membebasakan terdakwa dari segala dakwaan dan truntutan JPU, serta memulihkan nama baik terdakwa.

"Dan jika majelis hakim berpendapat lain, kami meinta hukuman yang seadil-adilnya," tegasnya.

Atas pledoi terdakwa dan Kuasa Hukunya tersebut, Jaksa Penuntut Umum meminta pada Majelis Hakim, untuk mengajukan jawaban replsi atas pledoi terdakwa.

Dan atas permintaan JPU Itu, Majelis Hakim Awani Setiowati menyatakan akan kembali melaksanakan sidang pada jam 15.30 WIB hari ini dengan agenda mendengar jawaban replik dari pledoi terdakwa dan kuasa hukumnya.

Editor: Yudha