Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peserta Pemilu yang Gunakan Hoaks Didiskualifikasi
Oleh : Redaksi
Sabtu | 26-08-2017 | 19:14 WIB
Cahyo-Kumolo.gif Honda-Batam
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam workshop KPPG di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/8/2017).(Sumber foto: Kompas.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menilai bahwa kampanye jelang pemilihan umum yang dilakukan dengan menyebar berita bohong dan ujaran kebencian bisa merusak mekanisme demokrasi.

Tjahjo pun mengusulkan adanya aturan yang memberi sanksi terhadap pasangan calon yang terbukti melakukan kampanye dengan menyebar berita bohong atau hoaks.

Aturan tersebut bisa dimasukkan ke dalam Petaturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu). Menurut dia, hal ini dapat dibahas bersama dengan Komisi II sebagai mitra KPU dan Bawaslu.

"Pokoknya kalau ada tim sukses paslon dalam kampanye pilkada atau pilpres yang yang menyebar berita (bohong), pada intinya saya kira harus didiskualifikasi," ujar Tjahjo di sela workshop Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/8/2017).

Tjahjo menambahkan, hal itu berkaitan dengan kesuksesan penyelenggaraan pemilu. Sebab, salah satu indikator kesuksesan pemilu adalah tidak adanya kampanye yang menyesatkan dan menyebarkan fitnah.

Ia meyakini semua partai politik memiliki komitmen atau sikap yang sama terkait hal ini.

"(Pemilu) Harus ada adu program, adu konsep dan sebagainya," kata dia.

Sementara itu, diwawancarai terpisah, Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali menilai positif usulan Tjahjo.

"Bisa kami pertimbangkan untuk masuk dalam PKPU dan Perbawaslu," ucap Amali.

Komisi II bersama dengan KPU dan Bawaslu terlebih dahulu akan mencari penempatan aturan tersebut. Namun, ia mengakui bahwa sanksi itu cukup sulit diterapkan jika pelaku penyebar berita bohong tidak tergabung dalam tim sukses resmi.

"Memang kalau tidak masuk tim resmi agak sulit," tutur politisi Partai Golkar itu.

Kepolisian sebelumnya mengungkap kelompok Saracen, yang bekerja dengan mengunggah konten serupa meme yang berisi ujaran kebencian dan menyinggung suku, agama, ras, dan golongan tertentu.

Kelompok Saracen telah eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA.

Media tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.

Hingga saat ini, diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun. Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.

Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.

Sumber: Kompas.com
Editor: Udin