Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hasil Penelitian, Media Sosial Biang Kerok Depresi pada Remaja
Oleh : Redaksi
Rabu | 09-08-2017 | 13:26 WIB
remaja-medsos1.gif Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Masalah gangguan kesehatan mental seperti stres, depresi, dan kecemasan semakin banyak menyerang remaja bahkan anak-anak.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia Yogyakarta, gangguan depresi berat dialami 3 persen anak usia sekolah dan 6 persen remaja Indonesia. Sedangkan di AS menurut Institut Kesehatan Mental Nasional tercatat lebih dari 2 juta kasus remaja mengalami depresi dan 6,3 juta remaja mengalami gangguan kecemasan.

Para peneliti mengatakan, jumlah remaja dan anak yang depresi terus meningkat sejak tahun 1930-an. Bahkan jumlahnya jauh lebih banyak saat ini ketimbang pada masa mayoritas penduduk dunia dilanda depresi hebat akibat Perang Dunia II dan Perang Dingin. Peningkatan kasus depresi ini terjadi tidak pandang wilayah geografis juga latar belakang ekonomi dan etnis.

Ada banyak faktor yang berkontribusi pada kasus depresi remaja. Namun berdasarkan hasil riset yang dilakukan Jean Twenge, profesor psikologi dari Universitas Negeri San Diego, California, AS, disimpulkan masalah terbesar yang dihadapi remaja di masa modern adalah tuntutan kehidupan modern itu sendiri.

"Hasil penelitian mengatakan bahwa kehidupan modern tidak baik untuk kesehatan mental," Twenge menyimpulkan.

Stres yang dialami remaja biasanya berkaitan dengan tuntutan akademis, tekanan untuk berhasil di kegiatan ekstrakurikuler, ekspektasi orang tua, dan ketidakpastian tentang masa depan. Namun ada satu faktor pemicu depresi yang tidak didapati pada remaja di era 1950-an bahkan 10 tahun silam, yaitu media sosial.

Peneliti menemukan semakin banyak masalah kesehatan mental yang penyebabnya berkaitan dengan media sosial alias medsos. Remaja sangat rentan dengan tekanan teman sebaya. Semakin banyak waktu yang dihabiskan di medsos, semakin tinggi risiko remaja mengalami tekanan mental yang berujung ke stres dan depresi. Twenge juga menunjukkan hasil studi, meningkatnya penggunaan Facebook berkorelasi dengan menurunnya tingkat kepercayaan diri dan kepuasan hidup remaja.

Remaja masa lalu tidak mengenal tuntutan bersaing untuk tampil lebih baik di medsos, sehingga tingkat pencapaian kepuasan mereka lebih tinggi. Misalnya, dahulu remaja sudah cukup bahagia jika bisa berkumpul dengan teman di rumah. Tidak ada kebutuhan berkumpul di kafe atau restoran terbaru demi mencari sudut berfoto terbaik dan berlomba menampilkan foto paling bagus di medsos.

Sementara kebanyakan remaja sekarang terjebak dalam persaingan menampilkan situasi terbaik kehidupan mereka untuk dipamerkan di medsos. Padahal, terkadang apa yang ditampilkan di medsos tidak mencerminkan kebahagiaan hidup yang hakiki.

"Stimulasi berlebihan secara konstan yang ditimbulkan (penggunaan) jaringan media sosial menggeser sistem saraf ke mode 'bersaing atau lari', sehingga membuat depresi dan kecemasan pada remaja meningkat," urai Twenge.

Masalah ini diperburuk fakta bahwa 76 persen remaja di dunia menggunakan medsos dan 50 persen di antaranya mengaku kecanduan. Masalah lain yang ditimbulkan medsos, remaja kurang terkoneksi dengan lingkungan di sekitar. Mereka terjebak dalam hubungan yang semu di dunia maya.

"Pada era sebelum ponsel pintar hadir, remaja dipaksa berinteraksi dari muka ke muka dengan keluarga, teman, dan komunitas, sehingga mereka belajar berempati dan bertanggung jawab secara sosial karena menyaksikan sendiri dampak aksi mereka di dunia nyata. Dengan begini, mereka memperkuat pemahaman tentang diri mereka sendiri dan hubungan mereka dengan orang lain dan dunia di sekitar mereka," jelas Twenge.

Untuk mencegah depresi pada remaja, orang tua perlu memantau kegiatan remaja di medsos, mengetahui tanda-tanda anak stres dan depresi, dan jangan ragu meminta bantuan profesional serta pengobatan jika dibutuhkan. Yang tidak kalah penting, orang tua bertanggung jawab mengisi jiwa anak dan remaja dengan hal positif dan kebahagiaan nyata, sehingga mereka tumbuh dengan kepribadian yang kuat dan tidak mudah terbawa arus pergaulan.

Sumber: Tempo.co
Editor: Yudha