Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jangan Sepelekan Mata Malas pada Anak untuk Cegah Kebutaan di Masa Dewasa
Oleh : Redaksi
Rabu | 09-10-2024 | 11:04 WIB
mata-malas.jpg Honda-Batam
Mata malas atau ambliopia. (Kemenkes)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mata malas atau ambliopia adalah salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan yang dapat mengakibatkan kebutaan jika tidak ditangani sejak dini.

dr Feti Karfiati Memed, Dokter Spesialis Mata dari RS Mata Cicendo, mengungkapkan ambliopia terjadi ketika perkembangan penglihatan anak terganggu karena otak tidak menerima rangsangan yang optimal dari mata.

"Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Jika kondisi ini tidak ditangani pada masa kanak-kanak, dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen di masa dewasa," ujar dr Feti, dalam konferensi pers memperingati Hari Penglihatan Sedunia, Senin (7/10/2024), demikian dikutip laman Kemenkes.

Ambliopia sering disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismus (mata juling), atau kelainan mata lainnya seperti katarak. dr Feti menambahkan, ambliopia yang tidak diobati sejak dini merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada orang dewasa usia 20 hingga 70 tahun.

Idealnya, pemeriksaan mata dilakukan sejak dini. Namun, jika diagnosis terlambat, terutama setelah anak berusia 5 tahun, ambliopia mulai sulit disembuhkan. Kehilangan penglihatan permanen bahkan dapat terjadi jika terapi dilakukan setelah anak berusia 8 hingga 10 tahun.

Anak-anak yang memiliki risiko lebih tinggi terkena ambliopia adalah mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan masalah mata seperti strabismus atau mata malas, serta anak-anak yang menggunakan kacamata sejak kecil. Selain itu, anak dengan riwayat medis tertentu seperti kelahiran prematur, perkembangan terlambat, dan diabetes juga berisiko.

Skrining mata disarankan dilakukan pada bayi baru lahir, sekitar usia 35 bulan, atau pada anak usia 0 hingga 2 tahun untuk mendeteksi kemungkinan masalah kesehatan mata. Skrining ini mencakup pemeriksaan riwayat keluarga dan berbagai tes untuk memeriksa kondisi mata anak, seperti pergerakan mata, posisi bola mata, dan refleks kornea.

Skrining lanjutan disarankan pada usia 36 hingga 47 bulan (sekitar 3 hingga 4 tahun), saat anak sudah mampu mengukur ketajaman penglihatannya. Pemeriksaan ketajaman penglihatan biasanya dilakukan pada jarak 3 meter, dengan satu mata ditutup secara bergantian. Skrining kembali dianjurkan pada usia 5 tahun dan seterusnya secara tahunan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr Siti Nadia Tarmizi, menegaskan pentingnya deteksi dini ambliopia. Ia juga menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan menanggung sebagian biaya perawatan ambliopia jika pasien terdaftar.

"Kami ingin mengingatkan pentingnya deteksi dini. Guru-guru di sekolah juga perlu lebih peka. Jika ada anak yang duduk di kelas dan kesulitan membaca dari jarak tertentu, segera konsultasikan ke dokter mata," ujar dr Nadia.

Editor: Gokli