Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Dinilai Kaku dalam Mengambil Kebijakan untuk Kebutuhan Masyarakat
Oleh : Harjo
Senin | 07-08-2017 | 09:38 WIB
Lois-00.gif Honda-Batam
DR Louis Ferederick SE. SH. MM, Ketua STTI Tanjungpinang. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Ketua Sekolah Tinggi Tehnik Indonesia (STTI) Tanjungpinang, DR Louis Ferederick SE, SH, MM menilai pemerintah lamban dan terkesan kaku dalam membuat kebijakan mengantisipasi dampak krisis global terhadap Indonesia. Akibatnya, banyak perusahaan hengkang, lapangan pekerjaan makin sempit dan petumbuhan ekonomi melambat.

"Salah satu konsep zaman Orde baru mulai dari stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan pembangunan mungkin bisa menjadi acuan. Artinya stabilitas termasuk keamanan nasional, sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, hingga pemerataan pembangunan di berbagai sisi kehidupan," kata dia kepada BATAMTODAY.COM ditemui di Serikuala Lobam, Bintan, Sabtu (5/8/2017).

Kondisi saat ini yang dirasakan masyarakat adalah susah mendapat pekerjaan dan otomatis sulit cari uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari pengusaha kalau sulit mencari uang, secara otomatis berdampak para masyarakat menengah ke bawah, hingga para buruh atau pekerja.

"Kalau para pengusaha sulit mencari uang, secara otomatis rembesannya sulitnya ekonomi kepada para pekerja dan lingkungan sekitarnya. Begitu juga sebaliknya, akan dirasakan oleh masyarakat," imbuhnya.

Louis Ferederick menilai, apa yang terjadi pada saat ini adalah masalah kebijakan. Kebijakan dari pemerintah, masih terkesah kaku seharusnya bisa lebih fleksibel dengan melihat kebutuhan pencari kerja.

"Untuk di Bintan dan Kepri, banyak perusahaan yang hengkang ke negara lain, harus dicari akar masalahnya. Bisa jadi di negara tujuannya bisa lebih baik, mulai dari biaya dan juga aturan di birokrasi. Sebaliknya, bisa jadi negara lain, lebih melihat masalah kebutuhan masyarakatnya," ungkapnya.

Dari sisi dunia pendidikan, Louis Ferederick, melihat masih banyak anak Kepri justru harus melanjutkan ke luar daerah seperti pulau Jawa dan Sumatera dan daerah lainnya. Hal tersebut, karena memang di daerah ini masih minimnya fasilitas pendidikan.

"Di Bintan dan Tanjungpinang, contoh belum ada perguruan tinggi jurusan hukum, sehingga harus kuliah di luar. Sebaliknya, perguruan tinggi seperti STTI untuk membuat jurusan tersebut, tentu sulit. Karena persyaratan, dan belum maksimalnya peran serta dari pemerintah," katanya.

Salahsatu standarnya, harus ada enam pengajar yang memiliki pendidikan S2, untuk mengambil dari luar daerah sangat sulit. Salah satu caranya harus menyekolahkan, dengan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu.

"Peran serta pemerintah dalam hal ini juga belum maksimal," kata dia.

Editor: Gokli