Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sri Mulyani Teken Kesepakatan Bersama 68 Negara Cegah Penghindaran Pajak
Oleh : Redaksi
Jum'at | 09-06-2017 | 12:02 WIB
Sri-Mulyani-01.gif Honda-Batam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (suratkabar.id)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indonesia baru saja menandatangani kesepakatan multilateral untuk meminimalisasi pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak (Multilateral Instrument on Tax Treaty/MLI). Kesepakatan tersebut diteken bersama 68 negara di Kantor Pusat Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Co-operation and Development/OECD), Perancis pada Kamis (8/6/2017).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, MLI merupakan upaya bersama secara global guna mencegah praktik-praktik yang dilakukan wajib pajak atau badan usaha untuk mengalihkan keuntungan dan menggerus basis pajak suatu negara (base erosion and profit sharing). Setelah ditandatangani oleh 68 negara, menurut dia, terdapat 30 negara lainnya yang akan ikut menyusul penandatanganan perjanjian tersebut.

"Maka Indonesia dapat mengamankan penerimaan pajak dengan mencegah penghindaran pajak dalam bentuk penyalahgunaan tax treaty (perjanjian pajak)," ujar Sri Mulyani dikutip dari akun Instagram pribadinya yang diiunggah, Kamis (8/6/2017).

Penghindaran pajak menurut Sri Mulyani, selama ini dilakukan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan memecah fungsi organisasi, memecah waktu kontrak, rekayasa kontrak, dan rekayasa kepemilikan yang bertujuan menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia. Indonesia pun tengah berupaya memerangi penghindaran dan pengalihan pajak oleh pembayar pajak di tanah air.

Oleh karena itu, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan yang menjadi landasan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) guna mengamankan penerimaan pajak.

"Tanpa kerja sama internasional ini, para wajib pajak kita, terutama 1-5 persen orang terkaya dan badan usaha, akan mudah menghindari kewajiban membayar pajak. Bila Indonesia tak mampu mengumpulkan pajak, kita tidak mampu menjaga kebutuhan dan kemerdekaan kita," terang mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan, dengan perjanjian MLI, pemerintah Indonesia bisa mencegah perusahaan untuk melakukan treaty shopping. Treaty shopping merupakan skema yang dilakukan untuk mendapatkan fasilitas, misalnya penurunan tarif pemotongan pajak (withholding taxes) yang disediakan suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty), oleh subjek pajak yang sebenarnya tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas tersebut.

"Treaty shopping ini, treaty dijajarkan lalu di mana kira-kira lokasi (negara) yang paling baik untuk mengurangi pajak, perusahaan besar punya kemampuan itu (treaty shopping)," jelas Suahasil di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut Suahasil, sebenarnya Indonesia sudah menjalin kesepakatan ini secara bilateral dengan negara tertentu. Hanya saja, kesepakatan bilateral masih memberi peluang pada treaty shopping yang dilakukan oleh perusahaan, dengan membidik pengalihan keuntungan ke negara lain yang tak bekerjasama dengan Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia menyepakati kerja sama secara multilateral agar aksi treaty shopping semakin sempit.

Kendati demikian, menurut dia, Indonesia saat ini baru mengadopsi beberapa pasal yang menguntungkan posisi Indonesia dalam kesepakatan itu, agar tak dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi untuk menghindari pajak.

Adapun pasal tersebut, misalnya prinsip agar tax treaty tak digunakan untuk mengurangi basis pajak dan domisili ganda (dual residence). Adapun ke depan, Indonesia akan kembali melihat beberapa pasal lain yang dapat disepakati untuk menghadapi tantangan penghindaran pajak lainnya.

Sumber: CNNIndonesia
Editor: Gokli