Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Insiden Natuna Jadi Momen untuk Evaluasi Alutsista TNI
Oleh : Surya
Jum'at | 19-05-2017 | 17:40 WIB
Giant-Bow.gif Honda-Batam
Meriam tempur tipe 80 Giant Bow pelontar peluru kaliber 23 mm. DPR RI mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi dan audit alutsista, termasuk mengevaluasi rencana-rencana pengadaan yang sedang berlangsung (Sumber foto: Komando Militer-blogger)

BATAMTODAY.COM, Ukraina - Insiden meledaknya meriam tempur tipe 80 Giant Bow pelontar peluru kaliber 23 mm buatan Cina, saat gladiresik latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) Kostrad, di Tanjung Datuk, Natuna, Kepulauan Riau, Rabu, 17 Mei 2017, mengundang keprihatinan Wakil Ketua DPR RI bidang Korpolkam Fadli Zon.

Di sela-sela kegiatan Global Legislative Openness Conference di Kiev, Ukraina, Fadli Zon menyampaikan ucapan belasungkawa untuk para prajurit yang menjadi korban.

"Saya menyampaikan dukacita sedalam-dalamya kepada keluarga empat prajurit TNI yang wafat kemarin. Semoga diberi ketabahan dan keikhlasan dalam menghadapi musibah ini. Mereka meninggal sewaktu menjalankan tugas, harus diberi apresiasi dan penghormatan oleh negara," kata Fadli dalam keterangan persnya, Jumat (19/5/2017).

"Untuk delapan prajurit lainnya yang harus menjalani perawatan, kita berharap mereka bisa segera pulih," ujar Fadli lagi.

Menurutnya, TNI tentu harus segera melakukan penyelidikan atas insiden tersebut. Alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dan peralatan tempur yang disiagakan seharusnya selalu berada dalam kondisi prima.

Apalagi ini alutsista di wilayah Natuna, yang menempati posisi strategis bagi pertahanan negara, karena berhadapan dengan wilayah konflik Laut Cina Selatan. Insiden ini tentu saja mengurangi kredibilitas armada pertahanan Indonesia di mata negara lain.

"Penyelidikan itu harus dilakukan sangat serius, karena insiden itu terjadi persis dua hari sebelum kunjungan Presiden ke Natuna. Ini insiden yang sangat serius," katanya.

Fadli mendesak pemerintah perlu segera melakukan evaluasi dan audit alutsista, termasuk mengevaluasi rencana-rencana pengadaan yang sedang berlangsung.

Pengadaan alutsista seharusnya berasal dari produsen-produsen terbaik dan melalui proses terbuka dan terawasi. Sebab, sejumlah alutsista yang proses pengadaannya bermasalah bisa melahirkan masalah dan insiden. Pengadaan alutsista bekas juga seharusnya tak boleh ada lagi.

"Saat ini anggaran pertahanan kita mencapai Rp108 triliun. Meskipun angka itu masih di bawah 1,5 persen PDB (Produk Domestik Bruto), namun itu merupakan anggaran terbesar bidang pertahanan dalam satu dekade terakhir. Mestinya dengan perencanaan yang baik dan belanja alutsista yang transparan, anggaran itu bisa digunakan untuk memperbaiki sistem alutsista secara bertahap," katanya.

Politisi Partai Gerindra ini menilai insiden tersebut, seharusnya mengingatkan kembali TNI pada khittah sebagai militer profesional. "Untuk itu TNI harus melakukan evaluasi," katanya.

Editor: Udin