Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR RI Prihatin Meriam Buatan China Meledak, TNI Diminta Usut Tuntas
Oleh : Surya
Kamis | 18-05-2017 | 19:02 WIB
kecelakaan-natuna21.jpg Honda-Batam
Suasana di RSUD Natuna saat sejumlah prajurit terluka. (Foto: Batamnews.co.id)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, menyampaikan duka mendalam atas gugurnya para prajurit TNI dalam insiden meriam meledak saat latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) tahun 2017 di Tanjungdatuk, Kabupaten Natuna, Rabu (17/5/2017) lalu.

Kharis berharap Mabes TNI dapat segera menangani para prajurit yang terluka atas meledaknya meriam buatan China tersebut.

"Namun demikian, upaya Mabes TNI dalam memastikan tingkat safety peralatan tempur yang akan digunakan TNI, harus dievaluasi. Mengingat pemeliharaan dan perawatan (harwat) terhadap alutsista selama ini memang agak terabaikan," kata Kharis dalam keterangannya, Kamis (18/5/2017).

Kharis meminta TNI menjelaskan dan mengusut faktor penyebab meledaknya meriam. Apakah faktor perawatan atau kondisi saat dibeli memang sebenarnya tidak layak. Apalagi wilayah Natuna memang menjadi prioritas dan strategis dalam perspektif pertahanan negara.

"Tentu alutsista dan peralatan tempur yang disiagakan harus dalam kondisi prima dan siaga tempur saat krisis terus meningkat di Laut China Selatan," kata Politikus PKS itu.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin dari FPDIP menyatakan, turut prihatin atas insiden ledakan meriam yang menewaskan empat prajurit di Natuna pada Rabu, 17 Mei 2017 lalu. Hasanuddin mengatakan, kecelakaan senjata bukan kali ini terjadi. Meski demikian, kecelakaan ini menarik perhatian, karena meriam itu bukan barang tua.

"Senjata ini cukup baru. Senjata Giant Bow itu produk China. Masuk ke Indonesia kalau tidak salah tahun 2008. Dibeli oleh TNI, ditempatkan di Batalion Artileri Pertahanan Udara Kostrad," kata Hasanuddin.

Komisi I pun telah memohon untuk dilaksanakan investigasi atas penyebab kecelakaan tersebut. Hasanuddin juga meminta TNI Angkatan Darat bisa menjelaskan hasil investigasi ke Komisi I dalam suatu rapat kerja mendatang.

"Kami akan meminta untuk menjelaskannya di Komisi I, kepada TNI khususnya TNI AD. Mengapa sebab-sebab itu, nanti hasilnya seperti apa, ya kami lakukan sebuah keputusan yang terbaik," ujar Hasanuddin.

Hasanuddin menilai, usia senjata tersebut belum cukup lama. Lagipula, menurutnya, penggunaan senjata yang berumur hingga 50 tahun masih lazim digunakan oleh TNI AD.

"Jadi kalau disebut usang memang belum lah. Masih layak, atau menurut hemat saya, sangat layak untuk ukuran baru tujuh tahun," katanya.

Sebelumnya, kecelakaan yang terjadi saat gladi bersih latihan PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat) di Tanjung Datuk Natuna Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (17/5/2017). Kecelakaan itu terjadi diduga disebabkan malfungsi dari meriam pelontar peluru kaliber 23 mm. Hal itu dikatakan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadipenad) Brigjen Arm Alfret Dennny Tuejeh.

Saat meriam atau kanon tipe 80 Giant Bow pelontar peluru kaliber 23 mm ditembakkan, pembatas laras tiba-tiba tidak berfungsi, sehingga arah tembakan berubah, dan menghajar sejumlah anggota TNI yang berada di lokasi gladi bersih. Empat anggota TNI dilaporkan tewas, dan sebagaian lainnya luka-luka.

Editor: Udin