Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kesenjangan Makin Terasa, Ekonomi Indonesia Tak Sesuai Konstitusi?
Oleh : Redaksi
Jum'at | 05-05-2017 | 08:24 WIB
ilustrasi-kesenjangan-ekonomi.jpg Honda-Batam

Ilustrasi kesenjangan ekonomi. (Foto: Republika)

BATAMTODAY.COM, Jakata - Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar merasa heran dengan kondisi perekonomian sekarang ini. Kondisi ekonomi masyarakat tidak sesuai dengan amanat konsitusi.

 

Konstitusi telah melarang adanya penguasaan sumber daya alam di tangan orang ataupun seorang. Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945 mengamanatkan penyelenggaraan ekonomi berdasarkan prinsip kebersamaan.

Namun, praktiknya, kesenjangan semakin meningkat. "Kenapa kok ekonomi yang kita bangun selama ini kok tidak berjalan sesuai dengan blue print perekonomian kita," kata Rully melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (4/5).

Rully menjelaskan kesenjangan semakin terasa dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan di masyarakat, ada yang kaya raya dan ada yang sangat miskin. "Letak persoalannya di mana? Apakah terjadi kekeliruan dalam menafsirkan Pasal 33 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945," kata Rully.

Rektor Unud Prof Swastika juga mengatakan hal serupa. Dalam konteks yang terjadi di Bali, terjadi kemunduran. "Kemajuan kita pada tahun 1960-an, saat Gunung Agung meletus, kalau dibandingkan kemajuan Indonesia saat ini bagaikan bumi dan langit," kata dia.

Secara umum, menurut Swatika, kemajuan Indonesia ini tidak kalah kalau dibanding negara-negara lain. Tapi, masalahnya ada kesenjangan. Ada yang kaya raya tapi banyak pula yang sangat miskin.

Dari sisi daerah, di Bali misalnya, ada daerah yang sangat maju dan ada pula daerah yang kurang maju. "Ada gap antar daerah yang harus diatasi," kata Swastika.

Untuk itu, MPR melalui lembaga pengkajian menjadikan masalah kesenjangan ini menjadi pokok-pokok kajian sebagai akibat sistem ekonomi sangat liberal saat ini. Kajian dilakukan melalui FGD bertajuk: "Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD NRI Tahun 1945".

Rully membuka Focus Group Discussion (FGD) di Baris Room Hotel Inna Grand Bali Beach di bibir pantai Sanur Bali, Kamis (4/5) pagi. FGD yang diselenggarakan MPR bersama Universitas Udaya (Unud) Bali ini diikuti oleh 20 peserta terdiri para dosen dari Unud dan dari beberapa universitas lainnya di Bali.

Hadir dalam kesempatan beberapa anggota Lembaga Pengkajian, antara lain: Dr Ahmad Farhan Hamid, Dr Arief Budimanta, dan Dr I Wayan Sutirta. Narasumber FGD ini, yaitu Dr I Gde Wardana, Prof Suyana Utama, dan Prof I wayan Windia. Ketiganya dari Universitas Udaya Bali.

Melalui FGD ini, Rully berharap, MPR mendapat masukan-masukan bagaimana tafsir Pasal 33 ayat 4 tersebut. Masukan-masukan dalam bentuk rekomendasi tidak hanya dari Bali, tapi juga dari daerah lain. Pada waktu yang bersamaan, di Unversitas Diponegoro Semarang juga diselenggarakan FGD dengan tema yang sama.

"Nanti akan dijadikan buku oleh MPR," kata Rully.

Sumber: Republika
Editor: Dardani