Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jenuh Jadi Bankir, Pria Kelahiran Sumbar Ini Jualan Sate di Swiss
Oleh : Redaksi
Sabtu | 29-04-2017 | 20:02 WIB
jual-sate-400x192.gif Honda-Batam

Warga kota Zurich, Swiss nampak antusias melihat proses pembakaran sate yang dilakukan Rio di atas sebuah gerobak.(Sumber foto: kompas.com)

 BATAMTODAY.COM, Zurich - Ada pemandangan tidak biasa di Hallwylerstrasse, Zurich, pekan silam.

Di depan restoran Asia Tisch, tampak gerobak beroda tiga dikerumuni banyak orang. Asap yang mengepul tidak dipedulikan warga yang sebagian mengenakan jas dan dasi itu.

Angin dingin yang berembus dari danau Zurich juga tidak menyurutkan semangat orang-orang yang berkerumun itu.

Usut punya usut, memang ada yang istimewa di depan restoran yang khusus menyajikan bakso, rendang dan soto ayam itu.

Sebuah gerobak yang masih kinclong  menjadi etalase proses pembakaran sate ayam. Sate ayam? ya sate ayam sedang dipamerkan dalam gerobak di salah satu kota termahal dunia itu.

Inilah satu-satunya gerobak sate ayam di Zurich, bahkan Swiss.

Semua keunikan itu tak lepas dari sosok Rio Vamory. Mantan bankir inilah yang melakukan terobosan kuliner Indonesia di Zurich yang berjuluk "Little Big City of Switzerland".

"Kebanyakan sate ayam di jual di dalam restoran atau gedung. Saya mencobanya menjualnya seperti di Indonesia,“ kata Rio.

Artinya, jika musim dingin tiba, Rio tidak bisa menjual dagangannya di luar ruangan.

"Belum begitu terpikirkan. Ini kan masih perintisan, mulai Mei ini saya berjualan pertama kali di Zurich,“ katanya.

Rio meminjam beranda restoran Asia Tisch untuk demonstrasi pembakaran satenya. Nantinya, dia akan berjualan sendiri di sebuah taman di Zurich, dengan gerobak sate beroda tiga itu.

Apa yang dilakukan Rio ini terlihat seperti sebuah kenekatan, tapi mantan bankir itu enggan disebut demikian.

"Kalau nekat ya tidak, saya sudah merencanakan sejak lama, prosesnya bertahun-tahun,“ tuturnya.

Rencana berjualan sate itu dimulai sudah dalam angannya bertahun-tahun lalu, ketika Rio masih bekerja di sebuah bank papan atas di Zurich.

"Saya tidak bahagia bekerja di bank,“ akunya.

Expand