Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait Keputusan Mendagri Soal Pulau Berhala

Sani Tak Puas, Kepri Melawan
Oleh : Charles/Dodo
Jum'at | 14-10-2011 | 20:46 WIB
Gubernur_Kepri_HM.Sani.JPG Honda-Batam

Gubernur Kepri HM.Sani Layangkan Surat Protes dan Gugatan Hukum Ke Mendagri

TANJUNGPINANG, batamtoday - Gubernur Provinsi Kepri HM,Sani menyatakan tetap tidak puas dengan Permendagri nomor 44 tahun 2011 tentang masuknya Berhala sebagai wilayah Administrasif Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Sebagai bentuk perlawanan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri itu, Pemerintah Provinsi Kepri menyatakan akan melayangkan surat protes ke Menteri Dalam Negeri dan menggugat Permendagri tersebut ke jalur hukum.

"Kalau protes kita tidak ditanggapi biarlah hukum yang berbicara, karena Permendagri ini tidak dapat diterima seluruh masyarakat Provinsi Kepri," kata Sani saat menggelar konferensi pers dengan sejumlah wartawan di Tanjungpinang, Jumat (14/10/2011).

Malam ini, tambah Sani, pihaknya sudah mengumpulkan tim kuasa hukum Provinsi Kepri dalam upaya mengambil tindakan hukum yang tepat atas Permendagri yang memasukan Berhala ke wilayah Provinsi Jambi tersebut.

"Selesai acara ini, tim kuasa hukum kita dari Provinsi Kepri, termasuk Hendardi, akan kita undang rapat, untuk merumuskan upaya gugatan hukum yang akan kita lakukan," sebutnya.

Pertemuan yang dilakukan usai rapat paripurna APBD-P Provinsi Kepri saat itu, juga dihadiri sejumlah unsur pimpinan Fraksi DPRD Provinsi Kepri mengatakan tetap tidak sepakat dan memprotes secara keras Permendagri itu.

Sani juga mengatakan, kalau upaya yang dilakukan Provinsi Kepri dalam mempertahankan Berhala selama ini, sudah cukup maksimal, kendati sifatnya difensif dan tidak terlalu terbuka namun setiap pertemuan selalu mempertahankan kalau Berhala adalah milik Kepri, yang disertai dengen sejumlah bukti-bukti yuridis.    

Karena secara hukum dan aspek historis, Pulau Berhala itu sudah sejak tahun 1955 masuk Karesidenan Riau, bahkan saat pemilu, tetap masuk ke wilayah Kepri, Perangkat Desa, RT/RW berasl dari Kecamatan Singkep Barat-Lingga, termasuk sejumlah pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Berhala, pembangunannya dilaksanakan dari APBD Provinsi Kepri dan Kabupaten Lingga. Jadi, dari awal Provinsi Kepri tidak melakukan perlawanan, karena sudah tahu kalau berhala tersebut adalah milik Kepri.

"Bahkan kita mengatakan, kalau Jambi mau mengelola silakan, tetapi kaalu untuk memiliki tidak, Jadi kalau dikatakan kurang lobi, saya tidak tahu lagi bagaimana cara melobinya," ujar mantan Bupati Karimun ini.

Ditanya apakah sejumlah aparatur pemerintahaan provinsi Kepri seperti Guru, Perawat PNS lainya yang saat ini berada di Berhala akan ditarik, secara tegas Sani mengatakan tidak akan menarik dan tetap ditempatkan di Pulau Berhala. 

"Bahkan Kepala desa-nya saja mengatakan, mereka memprotes keputusan Mendagri dan tetap mau masuk Provinsi Kepri. Saya sudah tanya dan mereka mengatakan itu, bahkan mereka mau melakukan aksi demo ke Jakarta," ujar Sani lagi.

Awal mula sengketa kepemilikan Pulau Berhala dikarenakan adanya klaim dari Kepri dan Jambi, yang diakibatkan ketidaksinkronan beberapa UU pembentukan daerah. Di antaranya UU Nomor 54 Tahun 1999 Pembentukan Kabupaten Sorolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur di Provinsi Jambi, UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri, serta UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Provinsi Kepri.

Di UU Pembentukan Kepri disebutkan bahwa Pulau Berhala masuk Jambi. Namun dalam UU Pembentukan Kabupaten Lingga, Berhala menjadi bagian Lingga yang merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran di Provinsi Kepri.