Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

UU Intelijen Diharapkan Tak Buat Intelijen Sewenang-Wenang
Oleh : Surya
Jum'at | 14-10-2011 | 14:58 WIB

JAKARTA, batamtoday -  Dengan disahkannnya RUU Intelijen menjadi UU oleh DPR dan pemerintah saat ini diharapkan seluruh intelijen Negara tidak sewenang-wenang dan kerjanya bisa dikontrol langsung oleh masyarakat. UU ini merupakan yang terbaik dari yang terburuk dari sebuah UU Intelijen, daripada tanpa UU di mana selama ini kerja-kerja intelijen dianggap banyak melanggar hak asasi manusia.

 “UU Intelijen dan keberadaan intelejen sendiri dibutuhkan selama ada ancaman keamanan bagi Negara dan masyarakat. Dan, pasti dengan UU ini aka nada pihak-pihak yang dirugikan karena bertentangan dengan kepentingannya,” tandas Wawan Purwanto pengamat intelijen bersama pakar komunikasi UI Tjipta Lesmana dan wartawan kompas Tri Agung Kuncahyono di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (13/10/2011).

Menyinggung soal rahasia Negara, menurut Wawan hal itu berbeda dengan informasi. Karena itu bagi media yang khawatirkan membocorkan rahasia Negara, sementara yang diterima dan diberitakan sekadar informasi, maka hal itu tidak masuk kategori dokumen Negara. “Kalau bentuknya dokumen rahasia Negara, baru itu dokumen Negara. Tapi, kalau sebatas informasi dan diberitakan, itu bukan dokumen rahasia Negara,” ujarnya meyakinkan.

Karena itu dia meminta kalangan media tidak takut dengan bayangan-bayangan yang belum jelas tersebut. Hanya saja Tri Agung mempertanyakan,”Yang dimaksud rahasia intelijen itu rahasia Negara, lalu rahasia Negara itu apa? Kalau menyangkut perbatasan Indonesia-Malaysia, misalnya, itu kan penting, karena terkait ketahanan ekonomi dan militer Indonesia sendiri dan itu harus ditutupi oleh Negara?”

Namun demikian menurut Tri Agung, UU Intelejen ini merupakan kemenangan demokrasi, agar intelijen tidak sewenang-wenang dalam melakukan tugasnya di lapangan. Di mana selama ini banyak dianggap telah melanggar HAM dan sewenang-wenang, sehingga merugikan masyarakat. “Terpenting lagi, rakyat bisa mengontrol kerja-kerja para intelijen,” tambah Tri Agung.

Tapi, Tjipta Lesmana menilai jika dalam pembahasan UU ini menunjukkan jika DPR tidak kritis dan tidak cermat. Padahal, UU ini tidak jelas karena ada kerancuan mengingat pengguna BIN (badan Intelijen Negara) itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara BIN membawai berbagai intelijen yang ada di banyak instansi pemerintah. “Jadi, UU ini banyak kelemahannya dan sulit diterapkan,” ungkap Tjipta.

Sejauh itu menurut Tjipta, yang namanya operasi intelijen dalam mencegah terjadinya tindak kejahatan khususnya terorisme itu sama di seluruh dunia. Karena tugasnya adalah mencegah kejahatan (early warning), maka tidak perlu bukti-bukti terlebih dahulu untuk mencegahnya, melainkan langsung menyergap. “Dalam mengatasi menghadapi ancaman teroris, intelijen langsung menyergap. Kalau polisi baru harus ada bukti di tempat kejadian perkara (TKP),” tambah Tjipta.