Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Sulit Dapatkan Alat Sadap, Siapapun Bisa Beli
Oleh : Irawan
Jum'at | 03-02-2017 | 09:02 WIB
alat-sadap01.gif Honda-Batam

Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Penyadapan Mungkinkah Institusi Negara Bermain" bersama Anggota Komisi I Masinton Pasaribu dan Pengamat Intelijen Wawan Purwanto di Gedung DPR RI.(Foto: Irawan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, mengatakan, saat ini tidak terlalu sulit untuk mendapatkan alat penyadapan, siapapun bisa beli alat tersebut.

"Sekarang siapapun bisa beli alat sadap. Tidak menutup kemungkinan pengacara, pesaing bisnis juga punya," katanya saat diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Penyadapan, Mungkinkah Institusi Negara Bermain" bersama Anggota Komisi I Masinton Pasaribu dan pengamat intelijen Wawan Purwanto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Untuk itu, Syaifullah berharap adanya peraturan yang lebih spesifik terhadap pengelolaan penyadapan di Republik ini. "Seperti bola liar soal penyadapan ini. Itu perlu diatur dalam undang-undang khusus soal penyadapan," lanjut Syaifullah.

Meski demikian, Syaifullah juga mengatakan bahwa hingga saat ini sudah ada perundangan yang mengatur terkait sarana komukasi, termasuk mekanisme penyadapan itu sendiri.

"Penyadapan itu diatur dalam undang-undang ITE. Tentu ada kaedah yang mesti dilakukan oleh si penyadap," kata Syaifullah.

Sementara itu Pengamat Intelijen, Wawan Purwanto mengatakan bahwa sudah ada pembagian tugas penyadapan oleh beberapa lembaga negara. "Polri itu penyadapan untuk masalah kriminal, Kejaksaan untuk kriminal juga. KPK khusus korupsi, BIN untuk kemanan, usernya presiden. BNPT untuk terorisme," kata Wawan.

Wawan juga mengatakan bahwa lembaga-lembaga tersebut mempunyai aturan yang jelas dalam melakukan penyadapan. "Ada SOP yang harus dipatuhi dalam pengawasan yang ketat," lanjut Wawan.

Terkait penyadapan yang dilakukan tanpa izin, maka sanksi pidana yang sangat berat telah siap menanti para pelaku. "Ada ancaman pidana yang berat. Dalam undang-undang ITE penjara 10 tahun dan denda Rp 800 juta. Dalam undang-undang komunikasi 15 tahun," jelas Wawan.

Editor: Surya