Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Eksekutif dan Legislatif Tanjungpinang Diduga Dapat Setoran Bauksit

CINDAI Laporkan Dugaan Korupsi dan Pencemaran Tambang
Oleh : Charles/Dodo
Kamis | 13-10-2011 | 19:35 WIB
Nelayan_Laporakan_Dugaan_Korupsi_dan_Kerusakan_Lingkungan_akibat_Tambang_Bouksit_di_Tanjungpinang.JPG Honda-Batam

Eksekutif dan Legislatif Tanjungpinang dapat Setoran Tambang, Cindai dan Nelayan Laporakan Korupsi dan Kerusakan Lingkungan akibat Tambang Bouksit di Tanjungpinang

TANJUNGPINANG, batamtoday - Puluhan warga nelayan bersama LSM Himpunan Cerdik Pandai (CINDAI) Provinsi Kepri, mendatangi Kejaksaan Negeri, Polresta Tanjungpinang dan Kejaksaan Tinggi Kepri untuk melaporkan dugaan korupsi dan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan pejabat Pemerintah dan sejumlah perusahaan tambang bauksit di Tanjungpinang, Kamis (13/10/2011).

"Dalam laporan kami ini, ada 10 item perkara dugaan korupsi dan kejahatan lingkungan yang dilakukan pejabat pemerintah serta pengusaha Bouksit di Tanjungpinang," ujar Edi Susanto, koordinator LSM CINDAI kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Tanjungpinang.

Edi juga menyatakan tidak jelasnya jumlah Izin Usaha Pertmbangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Kota Tanjungpinang serta kendornya pengawasan pelaksanaan pertambangan merupakan awal terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme, hingga dalam pembayaran pajak royalti, Dana Jaminan Pelestariaan Lingkungan (DJPL) dan DKTM atau CSR tidak sesuai dengan tonase jumlah produksi yang dieksport sejumlah perusahan tambang di Tanjungpinang.

"Saat kita meminta dan menanyakan jumlah IUP tambang yang dikeluarkan pemerintah, KP2KE mengatakan, ada 7, DPRD mengatakan hanya ada 6, sementara  yang kita temukan di lapangan ada 11 IUP, hingga kita bingung mana yang benar," ujar Edi.

Hal yang sama juga terjadi pada pembayaran pajak royalty, DJPL dan DKTM, berdasarkan pengakuan anggota DPRD mulai dari tahun 2006 hingga 2011 total dana royalty dari pusat yang diperoleh pemerintah daerah selama 6 tahun itu, hanya Rp54 miliar, DJPL Rp15 miliar, dan Dana Kesejahteraan Masyarakat (DKTM) Rp2,5 miliar per bulan yang diserahkan pada 500 Kepala Keluarga.

"Dimana tonase produksi masing-masing perusahaan dari 2006-2011 hanya 26 ribu ton, sementara kalau kita lihat secara langsung tonase produksi yang diangkut sejumlah kapal yang berjejer di tengah laut, satu kapal aja bisa mencapai 100 ribu ton, jelas hal ini merupakan penipuaan, dan manipulasi," ujar Edi.

Bahkan, tambah Edi, berdasarkan pengakuan Sugeng, salah seorang pengurus perusahaan tambang PT DKA pada CINDAI dalam mengurus IUP, eksekutif dan legislatif menerima 'jatah' berupa dana antara Rp1,5 hingga Rp5 miliar per satu Izin Usaha Pertambangan (IUP).   

"Untuk menguruskan IUP, Pemko Tanjungpinang memungut dana Rp1,5 miliar, selain itu, eksekutif dan legislatif juga memperoleh jatah setiap bulan dari perusahaan yang melaksanakan penambangan saat ini di Tanjungpinang," pungkas Edi.