Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Praktisi IT Sebut, Pemerintah Tak Bisa Bungkam Suara Rakyat di Sosmed
Oleh : Irawan
Jum'at | 23-12-2016 | 17:38 WIB
sosial-media.gif Honda-Batam

Ilustrasi sosial media (sumber foto: tigapilarnews.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah tidak bisa membungkam Sosial Media (Sosmed), karena merupakan saluran aspirasi rakyat setelah tidak bisa berharap banyak pada partai politik (parpol) dan parlemen. Karena itu, suara negatif terhadap pemerintah di Sosmed hanya bisa dibungkam dengan kinerja‎.

Hal itu disampaikan praktisi Teknologi Informasi, Ichwan Syachu, dalam keterangannya, Jumat (23/12/2016).

Ichwan mengatakan, langkah pemerintahan saat ini untuk mengontrol sosial media adalah langkah untuk membungkam suara asli rakyat dan dianggap sebagai langkah otoriter dari penguasa yang membatasi demokrasi, di mana rakyat sesuai jaminan konstitusi bebas bersuara.

“Berbagai langkah dilakukan oleh pemerintahan saat ini untuk membungkam suara rakyat. Setelah partai politik dikuasai, lembaga DPR dikuasai dan media main stream dikuasai, kini sosial media pun ingin dikuasai. Ini adalah bentuk pembungkaman yang melanggar konstitusi, di mana rakyat bebas bersuara termasuk bersuara melalui sosial media,” ujar Ichwan di Jakarta, Jumat (23/12/2016).

Menurut pengamatannya, ada ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah, terutama aparat keamanan terhadap pengguna sosial media.

Dia pun mencontohkan, ketidakadilan itu seperti upaya untuk membungkam pengguna sosial media yang dianggap tidak pro pada pemerintah. Sementara semua pihak yang pro pemerintah, meski juga menghina dan maupun melakukan fitnah, tidak pernah ditindak.

“Ada ketidakadilan penguasa terhadap pengguna sosial media. Yang ditangkap itu hanya mereka-mereka yang kritis atau kerap bersuara keras pada pemerintah. Tuduhan pun macam-macam, mulai pencemaran nama baik, penghinaan pada presiden yang entah darimana sumbernya dianggap sebagai simbol negara. Sementara pihak-pihak yang dianggap pro pemerintah tidak pernah diapa-apakan,” tegasnya.

Dia pun mencontohkan, betapa banyak pengguna sosial media memfitnah aksi demo Bela Islam maupun memfitnah para ulama, habieb dan ustadz  dengan berbagai cara.

”Lihat saja, ada gak yang ditangkap orang yang menghina ulama seperti Habieb Rizieq dan lain-lainnya. Ada gak yang ditangkap yang menyebarkan berita fitnah tentang para ulama? Tidak ada,” jelasnya.

Saat ini diakuinya ada perang di antara para pendukung, namun menurutnya hal itu dilakukan oleh kedua belah pihak.

“Memang  banyak buzzer dan akun bayaran yang bermain, tapi kan tidak semuanya. Saat ini saya lihat justru masyarakat umum yang jadi aktif menggunakan sosial media menyuarakan apa yang mereka anggap benar,”imbuhnya.

Oleh karena itu dia pun menyarankan, kalau memang mau menghentikan ekses negatif dari sosial media, maka seharusnya pemerintah bisa berlaku fair dengan menutup penggunaan sosial media secara total di  Indonesia.

”Kalau mau mengontrol sosial media, tutup sekalian saja sosial medianya. Siapapun tidak boleh menggunakan. Kalau yang ditindak cuma yang dianggap anti pemerintah saja, ya tidak adil. Memangnya kebenaran cuma milik pihak yang pro pemerintah?,” tegasnya.

Ichwan pun mengingatkan, Jokowi sendiri juga menggunakan sosial media untuk menuliskan apapun yang ingin diketahui publik.

“Sekarang kan tinggal Jokowi bisa meyakinkan masyarakat dengan penggunaan sosial media. Kalau tidak dipercaya, maka munculkan kepercayaan rakyat lagi pada dirinya. Jangan membungkam orang yang kritis,” imbuhnya.

Expand