Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Demi Rohingya, Muncul Wacana Malaysia Mundur dari Piala AFF
Oleh : Redaksi
Kamis | 24-11-2016 | 11:50 WIB
timnas-tim-nasional-malaysia1.jpg Honda-Batam

Timnas Malaysia di AFF 2016. (Foto: Sidominews)

BATAMTODAY.COM, Batam - Publik Malaysia terbagi dalam perdebatan mengenai kekutsertaan timnas negaranya dalam ajang Piala AFF 2016. Saat ini Malaysia sedang berjuang mendapatkan tiket lolos dari Grup B Piala AFF 2016 yang digelar di Myanmar.

 

Akibat perkembangan kekerasan yang dialami etnis minoritas Rohingya di Myanmar, sebagian publik Malaysia mendesak negara itu melakukan protes dengan menarik timnas dari ajang Piala AFF.

Namun, tak semudah itu bagi Negara Jiran untuk menarik diri sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Myanmar yang dinilai sewenang-wenang terhadap etnis minoritas tersebut.

Perdebatan mengenai keikutsertaan timnas Malaysia itu kali pertama diungkap Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia Khairy Jamaluddin. Khairy pun menyatakan gagasannya akan diputuskan dalam rapat kabinet yang berlangsung Jumat (25/11).

"Sementara kita tahu, ketika Myanmar menjadi tuan rumah, keputusan [mundur] ini didasari laporan dari Rakhine yang menunjukkan bukti sernagan [terhadap etnis Rohingya], yang mana itu menunjukkan bukti-bukti genosida," kata Khairy seperti dikutip dari Reuters.

"Namun, apapun yang mereka [dalam rapat kabinet] putuskan, kita harus terus bersuara."

Malaysia telah melakoni dua pertandingan Grup A. Pada laga perdana, Malaysia menang 3-2 atas Kamboka (20/11). Kemudian hari ini, Malaysia dikalahkan Vietnam 0-1. Berikutnya, Malaysia akan melakoni partai menentukan lolos ke semifinal pada akhir pekan nanti.

Sabtu (26/11), Malaysia akan menghadapi tuan rumah Myanmar dalam partai terakhir di Grup B Piala AFF 2016.

Penindasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar kembali menguak dalam dua pekan terakhir. Sejauh ini dilaporkan sebanyak 86 orang tewas dan 30 ribu dari etnis minoritas muslim tersebut harus terusir dari tempat tinggal mereka.

Penindasan dan kekerasan yang juga melibatkan aparat bersenjata itu pun memberikan kredit buruk terhadap peraih nobel perdamaian Aung San Suu Kyii. Suu Kyi yang meraih nobel perdamaian pada 1991 itu tak pernah bersuara mengenai ketidakadilan yang dialami etnis minoritas tersebut—termasuk dalam hal pengakuan warga negara. Mereka tak diakui dalam 135 etnis di Myanmar dan disebut imigran ilegal dari Bangladesh oleh pemerintah Myanmar.

Akibat itu, etnis Rohingya bahkan disebut sebagai etnis paling tertindas di dunia.

Malaysia Terancam Sanksi FIFA

Jika bentuk protes itu dilakukan, timnas Malaysia terancam sanksi FIFA. Itu pun sudah ada preseden dari otoritas sepakbola dunia tersebut.

FIFA, lewat statuta-nya, memang melarang setiap asosiasi sepak bola yang menjadi anggotanya terlibat dalam kegiatan politik dan keyakinan. Tak hanay itu FIFA pun mewajibakan setiap anggotanya netral, dan tak diintervensi pemerintah.

Pelanggaran atas statuta itu tentu saja akan berbuah sanksi dari FIFA, atau bahkan pencoretan jika pelanggarannya serius.

Indonesia termasuk satu yang terkena sanksi FIFA, karena dinilai pemerintah mengingtervensi PSSI saat membekukan kepengurusan asosiasi sepak bola Indonesia tersebut. FIFA menjatuhkan hukuman selama hampir setahun, dan baru dicabut pada Mei lalu.

Namun, gagasan menarik timnas dari gelaran Piala AFF sebagai tuntutan solidaritas terhadap etnis Rohingnya yang tertindas makin meluas di Malaysia.

Rabu (23/11), salah satu pimpinan oposisi, Nurul Izzah Anwar menyatakan, “Pada 1980 lalu, kita menarik diri dari Olimpiade. Itu adalah sebuah protes yang lebih berharga tehradap invasi Uni Soviet ke Afghanistan.”

Selain itu, lobi Malaysia pun dilakukan di Dewan Keamanan PBB. Dalam pertemuan tertutup DK PBB pekan lalu di New York, wakil Malaysia mengkhawatirkan situasi di Rakhine itu memicu gelombang pengungsi ke negara-negara tetangga Myanmar.

“Malaysia saja di perbatasannya sudah menampung lebih dari 100 ribu orang dari komunitas Rohingya,” demikian tutur diplomat tersebut dalam pertemuan tertutup itu.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha