Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Singapura Surganya Para Ekspatriat
Oleh : Redaksi
Senin | 21-11-2016 | 09:50 WIB
surgaekspatriat.jpg Honda-Batam

Singapura memanfakan para ekspatriat dengan berbagai kemewahan fasilitas. Salah satunya, kolam renang ini. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Singapura - Singapura kembali dinobatkan sebagai negara terbaik di dunia bagi kalangan ekspatriat. Jika Anda tengah menimbang-nimbang untuk pindah ke sana, berikut sejumlah hal yang mungkin tak diketahui tentang negara kota itu.

 

Pada tahun 2002, Tim Barnes diminta oleh bosnya untuk berpindah ke Singapura. Sebagai seorang warga negara Australia yang tinggal di Sydney pada saat itu, ia langsung menerima tawaran itu.

Pada saat itu usianya menginjak pertengahan 20-an, masih bujang dan sudah pernah berkunjung ke Singapura beberapa kali sebelumnya.

Ia berencana untuk tinggal sementara saja, tetapi pada akhirnya tinggal di kota itu selama delapan tahun. Di Singapura pula, ia bertemu dengan istrinya, seorang ekspatriat, menjalin pertemanan dengan banyak orang dan pada umumnya menyukai negara yang bersih itu.

"Saya sudah pernah pergi ke banyak tempat di Asia dan Singapura sangat ramah terhadap ekspatriat. Maju dan sangat Barat" ujar Barnes.

Laporan HSBC baru-baru ini kembali menobatkan Kota Singa itu sebagai tempat terbaik bagi ekspatriat di seluruh penjuru dunia. Kesimpulan itu didapat dari hasil survei sekitar 27.000 orang yang memberikan penilaian terhadap 45 negara dari segi gaji, pengalaman dan keluarga.

Lebih dari 60% berpendapat Singapura membantu kemajuan karier mereka dan pendapatan mereka meningkat setelah berpindah ke sana.

Berdasarkan survei ini, rata-rata penghasilan tahunan ekspatriat di Singapura adalah US$139.000 (sekitar Rp1,8 miliar), dibandingkan pendapatan tahunan $97.000 (sekitar Rp1,2 miliar) di belahan dunia lain. Dan 66% responden juga mengatakan bahwa Singapura menawarkan kualitas hidup lebih baik dibandingkan negara asal mereka.

Mempertimbangkan untuk pindah? Meskipun terdengar menarik seperti itu, BBC Capital menemukan sejumlah bagian kehidupan — baik yang unik maupun serius —yang perlu dijadikan bahan pertimbangan sebelum pindah.

Amat Mahal

Ekspatriat yang ingin membeli mobil lebih baik bersiap-siap mengeluarkan uang sangat banyak. Mobil Toyota Camry, yang dijual dengan harga US$25.000 (sekitar Rp330 juta) di Amerika Serikat, dijual US$107.124 (setara dengan Rp1,4 miliar). Mengapa begitu mahal? Karena ada berbagai pajak mobil yang sangat mahal.

Pertama-tama, ada biaya pendaftaran berdasarkan "nilai pasar terbuka" atau OMV dari mobil itu. Menurut situs keuangan pribadi Dollars and Sense, kita mungkin membayar ekstra S$60.578 (sekitar Rp570.000) untuk mobil Mercedes E200 dengan nilai pasar terbuka S$49.113 (sekitar Rp462.456). Kemudian ditambah dengan bea cukai yang ditetapkan 20% dari OMV, plus 7% pajak pertambahan nilai.

Berbagai pajak yang dikenakan terkait pembelian mobil mendongkrak harga kendaraan di Singapura.

Pajak yang paling terkenal adalah sertifikat kepemilikan (COE). Biaya COE ini didasarkan pada jenis mobil—semakin besar mobilnya dan kekuatan mesinnya, maka semakin mahal pula biaya COE — dan tergantung pula jumlah orang yang menginginkan COE pada waktu tertentu.

Dalam beberapa kasus, biaya bisa lebih mahal dibandingkan harga mobilnya sendiri. Singapura tak menghendaki terlalu banyak mobil di jalan, kata Priscilla Ng Yi Xian, warga Singapura yang dilahirkan dan dibesarkan di sana. "Mereka menginginkan masyarakat menggunakan transportasi umum."

Priscilla tak mempunyai mobil, tetapi mungkin akan membelinya ketika sudah punya anak nanti. Untuk saat ini, ia menggunakan jasa Uber. "Sederhana," tuturnya. “Saya panggil taksi.”

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani