Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Kronologi Penculikan Dua WNI di Perairan Malaysia
Oleh : Redaksi
Rabu | 09-11-2016 | 12:10 WIB
Ilustrasi-Penculikan1.jpg Honda-Batam

Dua WNI Diculik di Perairan Negeri Sabah, Malaysia. (Foto: Ilustrasi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu, Malaysia menjelaskan kronologis penculikan dua warga negara Indonesia (WNI) yang sedang melaut di perairan Negeri Sabah, Sabtu (5/11/2016) sekitar pukul 11.00 waktu setempat.

 

Konsul Jenderal RI Kota Kinabalu, Akhmad DH Irfan di Kota Kinabalu, Senin (7/11/2016) menjelaskan sebanyak enam kapal nelayan milik warga negara Malaysia, selaku majikan WNI tersebut, bersamaan ke laut untuk menangkap ikan sekitar 2,5 mil laut dari perbatasan Malaysia-Filipina.

"Jarak antar kapal saat mulai memasang jalan sekitar tiga mil laut sehingga tidak saling kelihatan kecuali memberikan kode," kata dia melalui Ketua Satgas Perlindungan WNI KJRI Kota Kinabalu, Hadi Syarifuddin.

Sesuai keterangan salah seorang anak buah kapal (ABK) yang selamat, pada hari kejadian sekitar pukul 10.00 WITA tiba-tiba muncul speedboat warna abu-abu dengan penumpang lima orang, tiga di antaranya menggunakan senjata laras panjang mengenakan pakaian loreng.

Kapal yang pertama didatangi adalah milik La Utu bin La Raali dengan model kapal SSkK00520F dengan ABK bernama Firman Sauli dan Rusli bin La Moundu. Sebelum beraksi, kelima penculik yang diduga kuat dari kelompok bersenjata Filipina itu sempat makan di kapal tersebut.

Setelah itu, penculik merampas semua barang berharga nelayan (WNI) asal Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) itu, kemudian nahkoda La Utu dipindahkan ke speedboat milik penculik.

Selanjutnya, mereka mendatangi kapal dengan kode SSN 1154/4/F yang dinahkodai La Hadi bin La Adi juga asal Buton, Sultra, dengan ABK masing-masing Lambilu bin La Moisa, Rama Sahrul, Fudi bin Baheru dan Alias, anak nahkoda La Hadi, yang baru berusia 10 tahun.

Ketika mereka berada di kapal milik La Hadi inilah baru ABK dari empat kapal lainnya mengetahui ada penculik. Mereka akhirnya memutus semua jaringnya dan langsung melarikan diri ke arah Sandakan, Negeri Sabah.

"Ketika penculik ini beraksi di kapal yang dinahkodai La Hadi baru ABK empat kapal lainnya tahu ada penculik. Jadi langsung memutus jaring melarikan diri ke Sandakan," sebut Hadi Syarifuddin.

Sedangkan aparat keamanan Malaysia (Esscom) baru muncul setelah keenam kapal tersebut tiba di Pelabuhan Sandakan.

Belum Ada Informasi Baru

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menegaskan pihaknya belum mendapatkan informasi terkait keberadaan nelayan dan penculiknya terkait penculikan dua nelayan di Perairan Sabah.

"Yang terakhir kita memantau tetapi kita belum dapat melakukan komunikasi. Jadi untuk kasus-kasus seperti ini biasanya pada hari kedua atau ketiga kita baru dapat memetakan satu potret yang lengkap mengenai keberadaan mereka, sekarang ada dimana, berada di tangan siapa dan sebagainya," kata Retno usai bertemu dengan Menlu Malaysia, Dato Seri Anifah Aman di Kuala Lumpur.

Retno mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi mengenai keberadaan mereka, tetapi pihak-pihak yang melakukan penculikan mereka masih akan dikonfirmasikan.

"Jadi mudah-mudahan dalam satu dua hari ini kita akan mendapatkan potret yang lebih lengkap mengenai keberadaan saudara-saudara kita," katanya.

Tentang uang tebusan, dia mengatakan pihaknya mengatakan kebijakan pemerintah tentang tebusan sudah jelas yakni mengadopsi "no ransom policy" atau tidak bernegosiasi dengan penculik soal tebusan.

Dia juga mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti, guna mencari jalan agar bisa memperkerjakan nelayan-nelayan tersebut di wilayah Perairan Indonesia dengan menggunakan kapal Indonesia.

"Saya sudah bicara ke Bu Susi dan dia janji cari jalan. Untuk kanalisasi kalau nelayan itu mau pulang ke Indonesia pemerintah sudah bisa menawarkan apa yang dapat dilakukan nelayan-nelayan itu saat mereka kembali ke Indonesia, sehingga mereka bisa hidup di Indonesia," katanya.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha