Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belum ada Respon Pusat atas Aksi Melayu Melawan

Gubernur Dukung Upaya PTUN dan Penolakan UWTO di Batam
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 28-10-2016 | 18:38 WIB
14632980_283269248739905_2891034730304388050_n.jpg Honda-Batam

Gubernur Provinsi Kepri, Nurdin Basirun (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Gubernur Provinsi Kepri Nurdin Basirun mengatakan, hingga saat ini, belum ada respon dan tanggapan dari pusat atas kisruh dan sejumlah permasalahan investasi yang dikeluhkan pelaku usaha dan investor di Batam, khususnya terkait UWTO.

"Sampai saat ini, memang belum ada respon dan kebijakan langsung dari Presiden. Tapi kami yakin Presiden pasti akan mendengar dan melihat langsung kondisi di lapangan, dan kami juga akan terus melaporkan kondisi kisruh di Batam ini," ujarnya kepada wartawan, usai mengikuti paripurna penyertaan modal PDAM Kepri, di gedung DPRD Kepri, Dompak, Tanjungpinang, Jumat (28/10/2016).

Selain itu, Nurdin juga menyatakan mendukung upaya gugatan PMK Menteri Keuangan dan penyampaiaan aspirasi yang dilakukan masyarakat di Batam atas kenaikan UWTO tersebut. Demikian juga pernyataan resmi Senator DPD asal Kepri yang meminta PMK tersebut agar ditinjau ulang.

"Hal ini juga sebenarnya sudah kami sampaikan langsung pada Presiden dengan harapan ada kebijakan langsung dari Presiden terhadap kesulitan kondisi investasi‎ saat ini di Batam," ujar Nurdin.

Akibat kisruh dan kenaikan UWTO yang dilakukan Pemerintah Pusat ini, tambah Nurdin, sangat mempengaruhi situasi dan kondisi investasi dan ekonomi di Kepri yang semakin tidak stabil.

Sejumlah investor yang sebelumnya berencana menanamkan investasinya di Kepri, saat ini stagnan karena menunggu kebijakan akhir pemberlakuan UWTO ini.

"Hal ini selain dipengaruhi oleh ekonomi global, juga ditambah dengan kisruh UWTO dan kondisi kebijakan pusat serta BP Batam dengan Pemerintah Kota," sebutnya.

Atas kondisi ini, kata Nurdin, pihaknya akan kembali melakukan inventarisasi sejumlah permasalahan serta melaporkan hal tersebut kepada Presiden.

Nurdin Tidak Tahu Pas Bandara Naik di Hang Nadim Batam
Selain kisruh masalah UWTO, Nurdin juga mengatakan, tidak mengetahui adanya kenaikan tarif pass Bandara Hang Nadim yang saat ini mulai diberlakukan manajemen Bandara Hang Nadim Batam.

"Kami baru tahu melalui media, karena pihak bandara sebelumnya tidak pernah melakukan koordinasi. Memang hal itu adalah kewenangan Hang Nadim Batam, namun dalam kenyataanya kanikan tarif pass Bandara Hang Nadim ini akan semakin memperberat kondisi ekonomi masyarakat di Batam," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Nurdin, ‎seharusnya perlu nanti dilakukan koordinasi melalui pertemuan dengan manajemen Hang Nadim Batam.

"Nanti kami akan coba lakukan koordinasi dan pertemuan dengan manajemen Hang Nadim, karena sebagaimana pesan dari Presiden, daerah harus dapat menggairahkan investasi dengan kompetisi dan peluang yang dimiliki," sebutnya.

Sebelumnya, rencana masyarakat Batam yang mengatas-namakan "Melayu Melawan" akan melakukan aksi demo di kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu (2/11/2016) mendatang. Masyarakat Batam itu menentang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam, Hatanto Reksodiputro tentang tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).

Melayu Melawan menentang keras Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No: 148/PMK 05/2016 tertanggal 30 September 2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan terbitnya Peraturan Kepala (Perka) BP Batam No 19 Tahun 2016 tanggal 18 Oktober 2016 tentang tarif baru UWTO.

"Kebijakan ini sudah meresahkan semua kalangan, termasuk kami masyarakat bawah. Secara tidak langsung aturan ini telah mengusik, mengasingkan kami dari tanah kelahiran," ujar Okta Robin, Pendiri Melayu Melawan, Rabu (26/10/2016).

Okta mengatakan, pemberlakukan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang sudah ada sejak masa Otorita Batam (OB), sudah selayaknya dihapus pada era BP Batam. Bukannya diperkeruh dengan menaikkan tarif sewa lahan di Batam.

"Jika begini aturannya, sama saja ini merupakan gerakan komunis modern dari BP Batam dengan secara perlahan menggusur masyarakat asli dan masyatakat Batam secara keseluruhan. Kami sebagai masyarakat tidak dapat menerima aturan tersebut," ujarnya.

Okta menyampaikan, pada Rabu, 2 November 2016 mendatang, Melayu Melawan akan melakukan unjuk rasa di Kantor BP Batam dengan mengerahkan 1.000 masa dari perwakilan pemuda di Batam, Mahasiswa dan masyarakat umum.

"Akan kami bawakan keranda mayat untuk mereka yang duduk di atas sana. Karena dengan adanya UWTO, masyarakat Batam harus membayar dua kali pajak. Bayar UWTO, bayar juga PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Batam satu-satunya daerah di Indonesia yang diwajibkan membayar dua kali pajak. Aturan dibuat semena-mena. Jelas kami sebagai masyarakat menentang," tutur Okta.

Editor: Udin