Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Seminggu Sepeninggal Presiden Jokowi dari Papua

7 Nyawa Manusia Melayang Akibat Timah Panas di Papua
Oleh : Redaksi
Kamis | 27-10-2016 | 17:14 WIB
Komisioner-Komnas-HAM,-Natalius-Pigai.gif Honda-Batam

Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai (Sumber foto: kiblat.net)

BATAMTODAY.COM, Papua - Komisioner Komnas HAM mengecam keras peristiwa penikaman, penembakan, penganiayaan dan pembunuhan di Manokwari, Rabu (26/10/2016) malam, yang menelan korban 7 warga Papua. Dari keseluruhan korban, dua di antaranya meningal dunia dan sisanya luka-luka. 

Korban meningal dunia diketahui bernama Vigal Pauspaus dan berasal dari Muslim Fakfak itu, tewas akibat penikaman dan penganiayaan hingga isi perutnya keluar. Bahkan, Onesimus Rumayom (40), juga tewas di tempat setelah mendapat hadiah timah panas dari aparat.

Kedua jenazah beserta warga sipil lainnya yang luka parah, kini sedang disemayamkankan dan dirawat di RS Angkatan Laut Fasharkan, Manokwari.

Dari korban luka akibat penembakan atas nama Erik Inggabouw (18), diketahui ditembak di leher dan Tinus Urbinas (38) ditembak di tangan. "Kami minta proses hukum terhadap pelaku harus dilaksanakan secara transparan dan objektif," tegas Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai dalam siaran pers yang ditrima BATAMTODAY.COM, Kamis (27/10/2016).

Menurutnya, salah satu faktor utama pelanggaran HAM yang terus menerus terjadi di Papua, karena sampai saat ini Presiden Jokowi tidak pernah menyinggung satu katapun tentang kondisi HAM di Papua.

Jokowi katanya, hanya merespon seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM, mulai dari pelanggaran HAM masa lalu, Konflik Agraria, hingga kebebasan berekspresi.

Bahkan katanya lagi, Jokowi menyampaikan sejumlah pesan penanganan masalah HAM di hadapan Menteri Kabinet Kerja, Pemimpin Lembaga Negara seperti Komnas HAM, Gubernur, Walikota, sampai pegiat HAM, Jakarta, Jumat (11/12/2015) lalu. Hanya saja, tidak satu katapun tentang kondisi HAM di Papua yang disampaikan.

Hal itu menunjukkan, Presiden sengaja membiarkan pelanggaran HAM di Papua dan dapat dikategorikan sebagai pembiaran (by ommision). Apalagi selama 2 tahun Kepemimpinan Jokowi, berbagai catatan kelam tertoreh tentang HAM di Papua.

"Hari ini, kita menyaksikan orang-orang tidak berdosa di Manokwari bercucuran darah di atas tanah leluhur mereka. Beberapa waktu lalu, kita juga menyaksikan 60 orang anak Indonesia di Kabupaten Nduga Papua meninggal secara misterius," katanya.

Lebih jauh dijelaskan, sejak 2 tahun pemerintahan Jokowi, Indonesia bahkan dunia, diguncang pelanggaran HAM berat, dengan menewaskan empat orang siswa dan 17 anak di bawah umur pada 8 Desember 2014.

Demikian pula dengan beberapa kekerasan negara yang juga menewaskan dalam jumlah banyak, seperti kasus penembakan dan pembunuhan para aktivis di Kabupaten Yahukimo, yang diduga dilakukan oleh aparat Brimob pada 20 Maret 2015.

Selanjutnya, kasus penembakan di Kabupaten Dogiyai pada 25 Juni 2015 yang ‎menewaskan 1 orang dan 11 lainnya luka-luka. Lalu di Kabupaten Tolikara pada 17 Juli 2015 serta kasus penembakan di Kabupaten Timika pada 28 Agustus 2015, yang menewaskan dua orang dan enam lainnya luka-luka, bahkan sebanyak 18 orang meninggal di Jayanti Timika.

"Kita juga menyaksikan dalam bulan April dan Mei, 2 orang Papua ditahan, demikian pula bulan Juli dan Agustus, lebih dari 2 ribu orang ditangkap dan ditahan. Hampir setiap minggu orang Papua meninggal  karena kekerasan negara di Papua," terangnya.

Menurutnya, ada tangisan, rintihan, ratapan dan penderitaan saban hari tanpa henti. Bahkan, hasil pantauan situasi HAM di Papua, lebih dari 5000 orang yang ditangkap dan dianiaya serta disiksa dan dibunuh di bawah kepemimpinan Jokowi.

Contoh lain, Pasar Mama yang semula digembar-gemborkan Jokowi, sampai hari ini tidak terealisasi, sampai Mama Papua mau demo ke Istana. Mirisnya, pimpinan solidaritas Pasar Mama, meninggal secara misterius setelah mendapat SMS ancaman.

Selain itu, sdanya diskriminasi terhadap orang asli Papua dalam politik, seperti MRP Papua yang menolak DPR Provinsi Papua Barat karena mayoritas orang pendatang, dan kejahatan Jokowi lainnya adalah penghancuran Lembaga Adat Papua dengan merekayasa lembaga adat baru di bawah bentukan Kemendagri.

Begitu juga pada kasus Freeport yang merupakan pengejawantahan penderitaan rakyat Papua.

"Sebagai komisioner Komnas HAM saya ingin sampaikan, hanya dalam 2 tahun Jokowi, kami menduga telah melakukan "kejahatan Paripurna" di Papua," tegasnya.

Semua ini menurutnya, memori buruk dan ingatan akan trauma dan tragedi yang justru menambah ketidakharmonisan Jakarta dan Papua, bahkan mengancam labilitas integrasi politik.

"Oleh karena itu, kami minta agar Presiden memiliki kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan, mengambil langkah konkrit untuk melakukan perbaikan secara signifikan demi menciptakan tanah Papua damai. Lakukan dialog perdamaian, desekuritisasi serta melaksanakan pembangunan berbasis  HAM," ujarnya memberi solusi.

Editor: Udin