Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Praktik Hukuman Mati di Indonesia Disebut Masih Cacat Hukum
Oleh : Redaksi
Minggu | 09-10-2016 | 09:43 WIB
hukuman-mati1.jpg Honda-Batam

Sistem hukum yang buruk membuat badan peradilan Indonesia menjatuhkan vonis mati terhadap seorang anak. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan menilai praktik hukuman mati di Indonedia masih cacat hukum. Meski eksekusi mati telah dilakukan selama tiga tahun terakhir, tak ada efek jera bagi pelaku kejahatan seperti yang diinginkan pemerintah.

Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik KontraS Putri Kanesia mengatakan, saat ini tidak ada satu tafsir baku atas kejahatan luar biasa yang bisa dijatuhi vonis mati.

Putri berkata, agenda amandemen KUHP cenderung diarahkan untuk berpihak pada jenis sanksi pidana itu. Akibatnya, pasal yang memuat ancaman hukuman mati bertambah.

"Ada kesan hukuman mati cenderung digunakan sebagai basis legitimasi politik ketimbang menghadirkan keadilan," ujarnya di Jakarta, Sabtu (8/10/2016).

Dalam kurun waktu Januari hingga September 2016, badan peradilan telah menjatuhkan vonis mati untuk 35 perkara. Sebanyak 25 di antaranya merupakan kasus narkotik, sementara sisanya berkaitan dengan pembunuhan dan kejahatan seksual.

Cacat hukum pada vonis hukuman mati yang dimaksud Kontras salah satunya terjadi pada perkara yang menjerat terpidana mati asal Nias, Yusman Telaumbanua.

Yusman adalah terpidana kasus pembunuhan. Dia divonis mati Pengadilan Negeri Gunung Sitoli tahun 2013.

Pemeriksaan radiologi forensik Universitas Padjajaran Bandung ternyata menemukan fakta, Yusman masih berusia 16 tahun saat dijatuhi vonis.

Putri berkata, sistem hukum yang buruk membuat seorang anak terancam eksekusi mati. Padahal KUHP tidak menjadi anak sebagai subjek hukuman mati.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Surya