Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah Pengurus Jenazah Napi yang Dieksekusi
Oleh : Redaksi
Jum'at | 29-07-2016 | 09:50 WIB
execution_indonesiabyreuters.jpg Honda-Batam

Beberapa ambulans membawa peti mati ke Nusakambangan, Cilacap, tempat pelaksanaan eksekusi hukuman mati. (Foto: Reuters)

BATAMTODAY.COM, Cilacap - Di balik pelaksanaan eksekusi hukuman mati ada rohaniawan dan tim pemulasaraan jenazah. Rohaniawan bertugas melakukan pendampingan terhadap para terpidana mati yang bakal dieksekusi. Merekalah yang mendampingi hingga diserahkan kepada eksekutor.

 

Setelah dieksekusi dan dinyatakan meninggal, tim pemulasaraan jenazah bekerja. Jumlah tim beragam, kadang enam orang, tetapi juga bisa sampai 12 orang, tergantung dengan kepentingannya.

Menurut Koordinator Tim Pemulasaraan Jenazah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Cilacap, Suhendro Putro, pemulasaraan jenazah terpidana mati setelah dieksekusi tidak berbeda dengan orang yang meninggal kebanyakan.

“Kalau dalam agama Kristen, pemulasaraan jenazah tidak ada bedanya dengan orang umum, baik itu orang sakit atau kecelakaan dan kemudian meninggal,” kata Hendro, panggilan Suhendro Putro kepada wartawan di Cilacap, Liliek Dharmawan.

Ia telah berpengalaman mengurus jenazah, termasuk jenazah para terpidana mati setelah menjalani eksekusi di Pulau Nusakambangan.

“Di GKJ Cilacap, saya bersama tim diberi tugas sebagai pengurus kematian jemaat. Pada saat eksekusi, biasanya saya juga diminta untuk mengurus jenazah. Mengurus jenazah terpidana mati eksekusi sama dengan orang meninggal lainnya,” ujarnya.
Mengurus jenazah, kata Hendro, diawali dengan memandikan, kemudian memberi baju dan merias.

“Orang meninggal biasanya telah kaku. Padahal untuk agar pakaian dapat dikenakan, maka tubuhnya harus lemas. Biasanya kami menggunakan air teh untuk melemaskan jenazah, sehingga nantinya pakaian dapat dikenakan. Tetapi, sebelumnya kami juga berdoa dulu meminta pertolongan Tuhan agar dimudahkan dalam melakukan pemulasaraan jenazah,” jelas Hendro.

Pada Kamis (28/07), 17 ambulans tiba di Pulau Nusakambangan. Dari 17 ambulans tersebut, 14 di antaranya membawa peti mati. Hendro menambahkan, tim pemulasaraan jenazah bekerja setelah narapidana dinyatakan meninggal dunia.

“Kami bekerja sekitar satu jam setelah para terpidana yang ditembak dinyatakan meninggal. Kalau dulu, kami bekerja di sekitar lapangan tembak Tunggal Panaluan yang terletak di belakang pos polisi Nusakambangan. Lokasi eksekusi berada di lapangan tembak tersebut,” tambahnya.

Terakhir kali eksekusi terhadap terpidana mati dilakukan April 2015. Setelah eksekusi kepolisian Cilacap menyelenggarakan acara membaca Alquran bertempat di sekitar lapangan tembak Tunggal Panaluan.

Surat yang dibaca adalah Yasin yang memang biasa dibaca ketika pemeluk Islam meninggal dunia. Pembacaan ini biasa disebut Yasinan.

“Tahun lalu, setelah eksekusi, pimpinan menyelenggarakan Yasinan di pos polisi Nusakambangan. Kebetulan di belakangnya ada lapangan tembak yang digunakan untuk eksekusi. Yasinan dilangsungkan selama tujuh hari,” ungkap Kepala Subbagian Humas Polres Cilacap Ajun Komisaris Bintoro Wasono.

Menurutnya, Yasinan tersebut digelar untuk memberikan dukungan bagi anggota polisi yang bertugas di pos polisi Nusakambangan.

“Pesertanya tidak hanya anggota polisi yang berada di pos Nusakambangan, melainkan juga anggota polisi yang bertugas di Polres Cilacap beserta pimpinan,” jelasnya.

"Tetapi untuk tahun ini, saya belum tahu apakah akan ada lagi Yasinan,” katanya.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani