Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Materi Diulang-ulang Terus

Pancasila dan Kewarganegaraan Cenderung Membosankan
Oleh : Irawan
Jum'at | 15-07-2016 | 12:56 WIB
IMG-20160714-WA002_edit.jpg Honda-Batam

Anggota MPR RI dari unsur DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta- Anggota MPR Ri dari unsur DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Haripinto Tanuwidjaja menilai para pelajarg/mahasiswa dan generasi muda pada umumnya ada gejala tidak begitu menyukai pelajaran Pancasila dan Kewarganeraan.
 

Sebab, pelajaran tersebut dinilai hanya mengulang materi yang telah didapatkan pada jenjang pendidikan sebelumnya dan cara pengajaran/penyampaiannya cenderung membosankan.
 
Hal itu disampaikan Haripinto Tanuwidjaja saat menyampaikan Sosialasi Empat Pilar MPR RI di kepada Umat Budha Bintan bertempat di Wihara Maitreya Tanjunguban, Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) pada 4-7 Juni 2016 lalu.
 
"Dari beberapa survei yang dilakukan memang ada gejala tersebut. Beberapa alasan pelajaran tersebut kurang disukai diantaranya adalah karena tidak sesuai dengan bidang studi mereka, materi hanya mengulang apa yang sudah pernah mereka dapatkan di jenjang pendidikan sebelumnya dan metode pembelajaran yang cenderung membosankan," kata Haripinto.
 
Menurut Haripinto,  perlu diberikan penjelasan kepada mahasiswa bahwa mempelajari ilmu sesuai dengan bidangnya saja tidaklah cukup untuk bekal ketika mereka lulus kuliah. 
 
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% keberhasilan seseorang tidak ditentukan pada penguasaan bidang ilmunya, namun pada kepribadiannya. 
 
"Dengan menyadari pentingnya kepribadian ini diharapkan mahasiswa lebih tertarik pada mata kuliah ini," katanya.
 
Alasan-alasan tersebut , lanjutnya, mengungkapkan adanya permasalahan SDM (dosen pengajar). 
 
Bahan-bahan pendukung perkuliahan yang terkait dengan Pancasila dan kewarganegaraan sebenarnya sangat banyak. Tulisan pun dalam jurnal, majalah, buku maupun internet sangat mencukupi untuk digunakan sebagai bahan ajar. 
 
Namun persoalan ini juga tidak dapat ditimpakan sepenuhnya kepada dosen pengajar karena secara kuantitatif jumlah mereka masih sangat terbatas, sehingga yang terjadi satu dosen dapat mengajar banyak kelas atau sering terjadi juga, karena keterbatasan pengajar.
 
"Kelas pelajaran Pancasila dan kewarganegaraan ditangani oleh dosen yang tidak berkompeten dalam bisang tersebut. Persoalan materi terkait pula dengan metode pembelajaran yang berujung pada SDM juga," kata Anggota Komite IV DPD RI. 
 
Sehinggga perlu kiranya kedepan dilakukan upgrading bagi pengajar Pancasila dan pelatihan untuk calon dosen pengajar Pancasila.
 
Haripinto menambahkan, dalam berbangsa dan bernegara nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila menjadi menjadi kewajiban bagi semua untuk menjaga dan merawatnya nya hingga ke anak cucu kita nanti.
 
Editor: Surya