Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Yang Tuding KPK Diintervensi dalam Kasus Sumber Waras Diminta Belajar Hukum Dulu
Oleh : Irawan
Jum'at | 10-06-2016 | 18:12 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesis (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta mengaku greget melihat orang yang dengan sangat yakin mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah diintervensi hanya karena tidak menetapkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi tersangka dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW).

 

Lebih greget lagi ketika ada yang mengatakan bahwa mereka telah mendapatkan bocoran dari penyidik KPK soal penetapan Ahok jadi tersangka.

"Saya tegaskan dulu bahwa saya bukan pendukung Ahok. Mereka yang menuduh KPK sudah diintervensi harus belajar hukum dulu. Jangan karena beda kepentingan politik lalu menuduh KPK diintervensi," kata Ganjar dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (10/6/2016).

Dijelaskan, banyak pihak memang ingin mengintervensi KPK, tetapi itu tidak mudah. Karena keputusan menetapkan seseorang sebagai tersangka harus melalui banyak tahap. Sebelum sampai ke lima komisioner KPK, di sana ada beberapa direktur dan para penyidik.

"Jadi tidak semudah yang dituduh para lawan politik Ahok bahwa KPK sudah diintervensi. Kalau sebatas curiga ya tidak masalah tetapi harus berdasar," katanya.

Mengenai pernyataan Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet bahwa mereka mendapat bocoran dari penyidik KPK, Ahok sebenarnya sudah jadi tersangka dan kini menunggu keputusan pimpinan KPK, Ganjar lagi-lagi mengatakan, mereka yang menuduh itu harus belajar hukum dulu.

Mereka harus belajar sehingga tahu bagaimana cara kerja KPK dalam menetapkan seseorang jadi tersangka.

KPK saat ini, kata dia, mengembangkan pola-pola baru, sehingga tidak lagi langsung menangkap mereka yang melakukan suap dalam kasus daging sapi misalnya, tetapi langsung mencari siapa kartel di belakangnya.

Mengenai bocoran hasil penyidikan dari orang dalam KPK, Ganjar mengatakan, hebat sekali seorang Ahmad Dhani bisa mendapat bocoran itu. Berarti bakal calon Gubernur DKI Jakarta itu punya jaringan kuat di internal KPK.

"Tetapi kalau pun dia dapat bocoran, maka data itu juga bisa dengan gampang diuji validitasnya. Jangankan informasi orang dalam, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang bocor saja bisa diketahui dari mana datangnya. Apalagi cuma dapat bocoran informasi. Makanya saya bilang mereka-mereka itu perlu belajar hukum dulu," katanya.

Ganjar mengamati, kasus yang menimpa Ahok ini lebih tinggi nilai politiknya ketimbang hukum. Lawan-lawan politik hanya ingin menggagalkan Ahok agar tidak bisa maju lagi di Pilgub DKI tahun depan.

"Kalau ditanya Ahok itu berani, ya dia sangat-sangat berani. Tetapi dia ada juga salahnya. Tetapi apakah semuanya itu mau dibawa ke ranah pidana, ya tidak semua," kata Ganjar.

Hentikan Saja
Senada dengan Ganjar, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan, kasus yang menimpa Ahok hanya dipakai oleh oknum-oknum yang ingin menjegal Ahok untuk maju kembali sebagai calon gubernur dalam Pilkada DKI 2017.

Karena itu, Petrus meminta KPK untuk menghentikan penyelidikan kasus pembelian RS Sumber Waras. Apalagi dasar hukum yang dipakai BPK dalam mengaudit sudah salah.

"KPK harus menempatkan aspek Hukum Perikatan di mana Pemda DKI Jakarta selaku badan hukum publik yang oleh undang-undang diberikan hak dan kewenangan untuk melakukan tindakan keperdataan dalam melakukan hubungan hukum secara perdata dengan pihak lain. Yayasan Sumber Waras sebagai badan hukum perdata yang sama-sama mempunyai hak dan kewenangan untuk memiliki tanah dan benda-benda lainnya," ujar Petrus kepada wartawan di Jakarta, Jumat, (10/6/2016).

Dijelaskan, dalam kitab UU Hukum Perdata mengenai persoalan jual-beli termasuk dalam ruang lingkup Hukum Perikatan yang secara lengkap mengatur tentang syarat sahnya suatu perikatan.

Dengan demikian, untuk menilai apakah suatu peristiwa jual beli tanah telah memenuhi syarat sahnya jual beli menurut hukum, maka acuannya adalah pada kitab UU Hukum Perdata.

Editor: Surya