Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membangun Keadilan dan Pemerataan dengan Tol Laut
Oleh : Opini
Selasa | 31-05-2016 | 16:30 WIB

Oleh Edy Mulyadi)*


TOL LAUT, makhluk asing yang diperkenalkan oleh Presiden Joko Widodo itu, kini mulai menampakkan wujudnya. Ia bukan lagi dongeng yang membingungkan benak dan membuat kening berkerut.

Paling tidak, begitulah yang disampaikan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, usai menggelar Rakor tentang Tol Laut, di kantornya, Senin (30/5). Rakor dihadiri para pejabat dari kementerian dan lembaga terkait. Mereka antara lain Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro, pejabat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Pariwisata, Dirut PT Pelni (Persero), dan lainnya.

“Tol Laut yang digagas Presiden Jokowi sudah berada pada track yang benar. Dampaknya juga bagus, khususnya dalam hal penurunan harga di beberapa daerah. Tentu saja, masih ada kekurangan di sana-sini. Untuk itulah Kemenko Maritim dan Sumber Daya bersama kementerian dan lembaga terkait terus berusaha menyempurnakannya,” ujar Rizal Ramli.

Buat sebagian besar kita, bisa jadi tol laut masih terasa asing. Baiklah, sebelum kita bicara panjang lebar, berikut latar belakang konsep tol laut yang digadang-gadang Presiden.

Konsep tol laut lahir dari kenyataan, bahwa selama ini banyak orang memandang laut sebagai pemisah daratan. Perspektif ini berakibat kita kurang memanfaatkan kekuatan dan kelebihan laut. Padahal, dengan mengubah cara pandang seperti ini, kita bisa melihat laut justru sebagai pemersatu belasan ribu pulau yang dimiliki Indonesia.

Cara pandang seperti ini akan menjadikan seluruh daratan dan lautan wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Cara pandang inilah yang melahirkan gagasan tentang tol laut. Konsep ini sekaligus menegaskan kembali Indonesia sebagai bangsa maritim.

Membentang 5.000 km

Pada dasarnya, konsep tol laut yang dimaksud Jokowi adalah suatu jaringan transportasi laut dengan kapal atau sistem logistik kelautan, yang melayani tanpa henti dari Sabang hingga Merauke. Sebuah jalur yang membentang sejauh 5.000 kilometer. Ulangi, 5.000 km. Ini bukan jarak yang main-main, karena ia setara dengan seperdelapan keliling bumi. Dengan begitu, roda perekonomian bisa bergerak secara efisien dan merata. Dengan konsep tol laut, akan ada kapal-kapal besar yang hilir-mudik di laut Indonesia. Ujung-ujungnya biaya logistik menjadi murah.

Sebagai sebuah gagasan, tol laut memang dahsyat. Konsep ini kian menemukan justifikasi, mengingat Indonesia adalah negara maritim. Lebih dari 2/3 wilayah kita adalah lautan. Maka, apa yang disampaikan Jokowi pada pidato kenegaraan pertamanya usai dilantik di Gedung DPR/MPR RI, Senin (20/10), menemukan pembenarannya. Saat itu, dalam pidatonya, dia menyatakan bangsa Indonesia sudah terlalu lama melupakan pentingnya pembangunan dan memajukan sektor maritim.

“Kita terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera. Kita akan mengembalikan semua. Saya berjanji akan mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim dengan memanfaatkan laut, teluk, dan selatnya,” katanya.

Penurunan harga

Adalah tugas para menteri sebagai pembantu Presiden untuk mewujudkan visi sang bos. Tapi seperti yang Riza Ramli sampaikan sebelumnya, bahwa dalam tataran praktik, tol laut selain membuahkan hasil positif, juga masih menyimpan beberapa kelemahan.

“Program tol laut sangat penting untuk menjamin ketersediaan kebutuhan bahan pokok, khususnya di daerah-daerah tertentu tujuan tol laut. Faktanya, setelah berjalan beberapa bulan, tol laut terbukti berhasil mengurangi disparitas harga,” ungkap Rizal Ramli.

Terkait kelemahan yang masih ada, Rizal Ramli telah memerintahkan Kementerian Perhubungan dan PT Pelni untuk melakukan studi pola kebutuhan angkutan kapal di masa depan. Selain menyangkut ukuran kapal yang disesuaikan, peruntukannya pun harus ditingkatkan agar bisa multi fungsi.

Misalnya, agar lebih berdaya guna, perlu dijajaki kemungkinan memodifikasi kapal yang bisa mengangkut penumpang reguler dan turis turis manca negara dan kontainer. Khusus kontainer, dibagi lagi menjadi kontainer barang dan kontainer pendingin (container reefer) yang antara lain untuk mengangkut ikan.

Selain itu, untuk mengoptimalkan muatan, Menko juga minta kepada kementerian teknis mengumumkan informasi muatan dan ruang kapal. Informasi ini harus diikuti jadwal kapal yang bersifat reguler. Dengan demikian, pengusaha dan atau penduduk bisa memanfaatkan ruangan kapal untuk mengangkut komoditas yang dimilikinya.

Dulu, sebetulnya informasi seperti ini sudah ada dan berjalan lumayan bagus. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18/1988, tentang Penetapan Badan Pelaksanan Bursa Komoditi (Bapebti) sebagai penyelenggara kegiatan penyediaan informasi muatan dan ruang kapal (IMRK). Berdasarkan Perppu itu, Bapebti ditugaskan menyediakan informasi muatan dan jasa angkutan laut dan menyediakan sarana untuk kegiatan transaksi muatan dan ruang kapal.

Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Namun setelah reformasi bergulir, entah bagaimana nasib jasa layanan tersebut.

Rizal Ramli juga minta Menteri Perdagangan mengumpulkan para pemain besar kebutuhan pokok agar mereka memanfaatkan kapal-kapal yang menggunakan jaluar tol laut. Ini memang seperti telur dan ayam. Tapi, biar bagaimana pun harus ada yang memulai agar jalur tol laut bisa bermanfaat seperti yang digagas Presiden.

“Untuk memastikan segalanya berjalan sesusai dengan harapan, perlu dibentuk Tim Monitoring lintas kementerian. Tim ini menjadi penting, karena Presiden minta laporan perkembangan tiga bulanan secara rutin. Dengan Tim yang ada, kita bisa langsung mendeteksi kelemahan yang ada untuk dicarikan solusi secara tepat dan cepat,” paparnya.

Intinya, perbaikan terus-menerus harus dilakukan untuk memperkecil disparitas harga. Untuk itu, perlu evaluasi rute pelayaran, menambah rute yang dibutuhkan, muatan lebih variatif, memotong rantai perdagangan yang tidak efisien, dan memberi perhatian khusus bagi Indonesia bagian timur. Hal lain yang tidak kalah pentingnya, mensosialisasikan dan melibatkan daerah, serta Kapolri dan Mendagri menindak praktik monopoli pelayaran/pengiriman logistik.

Jika semua berjalan sesuai rencana, maka Tol Laut benar-benar memberi manfaat yang besar bagi Indonesia. Sejumlah manfaat yang langsung tampak di depan mata antara lain,, bisa mempersatukan, membangun keadilan, dan pemerataan. Semoga...

Penulis adalah Direktur Program Center for Economic and Democracy Studies (CEDeS)