Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polisi Bubarkan Pelatihan Agraria di Sragen, Tiga Ditangkap
Oleh : Redaksi
Minggu | 29-05-2016 | 12:19 WIB
musang.jpg Honda-Batam

Konflik warga di delapan desa di Sambirejo, Sragen, Jawa Tengah dengan PTPN IX meliputi tanah seluas 452 hektare. (Sumber foto: CNN)

BATAMTODAY.COM, Jawa Tengah - Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Jawa Timur, Ubed Anom, bersama dua orang petani ditahan oleh Kepolisian Sektor Sambirejo, Sragen, Jawa Tengah pada Sabtu (28/5).

Ubed bersama kedua petani, Sugiyo dan Sularno, dijemput paksa ketika sedang mengikuti Pelatihan Reforma Agraria dan Pemetaan Partisipatif Anggota KPA Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pelatihan sendiri sudah berlangsung sejak Senin pekan lalu di Sambirejo.

Menurut rilis KPA yang diterima, penahanan mereka disebabkan karena mengadakan pelatihan tanpa surat pemberitahuan ke kepolisian setempat, melakukan pemetaan tanpa surat resmi dari kejaksaan, dan polisi bertindak atas laporan dari PTPB IX Sambirejo.

Pelatihan berlangsung di rumah seorang warga yang menjadi anggota serikat tani Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS).

Saat ini, FPKKS bersama warga di delapan desa di kecamatan di Sambirejo sedang menghadapi konflik agraria seluas 425 hektar dengan pihak PTPN IX Sambirejo. Delapan desa yang terlibat adalah Sukorejo, Jambeyan, Sambi, Dawung, Sambirejo, Kadipiro, Musuk dan Jetis. Konflik yang sudah berlangsung sejak 1965 ini masih belum menemui titik terang hingga saat ini karena warga belum melihat adanya solusi yang adil.

“Dari pihak polsek mendatangi teman-teman, intinya dari pihak polsek ingin ada koordinasi, izin, pemberitahuan. Tapi itu hanya alasan, karena sebenarnya polsek diminta PTPN untuk menghentikan acara itu,” ujar Purwanto, Koordinasi KPA Jawa Tengah pada Minggu pagi (29/5).

Namun tadi malam, Purwanto mengatakan bahwa semuanya sudah dibebaskan. Mereka ditangkap sekitar pukul 16.00 WIB dan kemudian dibebaskan sekitar pukul 22.00 WIB.

“Tadi malam, akhirnya pihak kita diminta menandatangi BAP, menghentikan kegiatan, sebelum ada proses pemberitahuan,” kata Purwanto.

"Pada 4 Januari tahun 1964 Kepala Inspeksi Agraria Daerah Jawa Tengah (KINAD) mengeluarkan surat dengan SK No.2971X1172/DC/64 dan 3891z/173/72/DC164 sebagai bukti sah bagi warga untuk mengelola tanah tersebut. Bagi masyarakat yang menolak maka rumahnya dibakar dan dicap sebagai anggota PKI,” bunyi keterangan dalam situs KPA. Namun Tragedi 1965 terjadi, dan masyarakat banyak diusir dari lahan garapan mereka.

“Setelah 1998, petani mulai me-reclaim lagi tanah itu, kasusnya sampai sekarang.” jelas Purwanto. (Sumber: CNN Indonesia)

Editor: Udin