Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Revisi UU Jasa Konstruksi Diupayakan Rampung pada Juni 2016
Oleh : Irawan
Selasa | 24-05-2016 | 17:35 WIB
forum legislasi.jpg Honda-Batam

Diskusi Forum Legislasi RUU Jasa Konstruksi

BATAMTODAY.COM, Jakarta-RUU Jasa Konstruksi (Jaskon) diupayakan rampung pada akhir Juni 2016. RUU inisiatif DPR RI ini akan merevis UU No.18/1999 tentang Jaskon. Namun, masih banyaknya kepentingan antara DPR dan pemerintah sempat membuat RUU ini telat dibahas.

Demikian terungkap dalam diskusi Forum Legislasi di Jakarta  DPR, Selasa (24/5/2016). Hadir sebagai pembicara Anggota Panja RUU Jaskon Komisi V DPR Nizar Zahro (F-Gerindra), Yaya Supriyatna (Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jaskon, dan Drajat Hoedajanto (mantan Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia).

"Kita ingin RUU ini memiliki pasal-pasal yang berbobot dan bermanfaat. Setidaknya ada tiga masalah krusial dalam RUU ini, yaitu menyangkut badan registrasi, kriminalisasi, dan nama RUU ini. Masalah yang terakhir sudah selesai dengan nama Jasa Konstruksi. Sebelumnya sempat ada yang mengusulkan penambahan nama, yaitu Usaha Jasa Konstruksi," kata Nizar.

Menurut Nizar, bila diberi nama usaha, maka kelak akan banyak RUU yang diusulkan dengan menggunakan nama usaha, seperti usaha arsitek, usaha konsultan, dan lain-lain.

Soal kriminalisasi Jaskon, lanjut Nizar, ini terkait dengan masalah kontrak pekerjaan. RUU ini akan merumuskan pasal-pasal kontraknya dengan jelas.

Diungkapkan pula oleh Nizar, ternyata Indonesia mengalami masalah dengan sertifikasi para ahli konstruksi. Sertifikasi Indonesia tidak diakui di negara-negara ASEAN.

Hal ini merupakan masalah serius, karena itu perlu ada badan sertifikasi Jaskon yang dibentuk berdasarkan UU. Kualitas para ahli konstruksi Indonesia harus didasarkan pada acuan internasional.

Sementara itu, Yaya Supriyatna, Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jaskonmengapresiasi usul inisiatif DPR dalam merumuskan RUU ini untuk menggantikan UU lama. Banyak yang perlu ditingkatkan di sektor konstruksi. Dan RUU ini mencoba menyesuaikan diri dengan aturan internasional. RUU Jaskon, lanjut Yaya, harus mampu memberi nilai tambah secara berkelanjutan.

Sedangkan mantan Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Drajat Hoedajanto sebagai praktisi konstruksi berpendapat, ahli konstruksi Indonesia belum mampu bersaing dengan negara-negara tetangga. Umumnya, pendidikan ahli konstruksi Indonesia hanya S1.

"Banyak ahli konstruksi Indonesia justru mendapat sertifikasinya dari Malaysia atau Singapura untuk bisa bersaing dan bekerja di negara-negara Timur Tengah. Persoalan ini harus menjadi perhatian serius DPR dan pemerintah yang sedang membahas RUU tersebut," kata Drajat.

Editor: Surya