Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dirjen Pajak Sebut Ada Unsur Kelalaian dalam Kematian Juru Sita
Oleh : Redaksi
Kamis | 14-04-2016 | 12:12 WIB
160413064030_pajak_bunuh_640x360_ditjenpajak_nocredit.jpg Honda-Batam
Parada dan Sozanolo meninggal dunia akibat ditikam.(sumber foto: BBC Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, menilai ada unsur kelalaian yang menyebabkan tewasnya dua petugas pajak, Parada Toga Fransriano Siahaan dan Sozanolo Lase. Keduanya dibunuh seorang pengusaha di Nias, Sumatera Utara, Selasa (12/04/2016).

“Kita kecolongan, karena yang bersangkutan (petugas pajak), menganggap daerah tersebut aman-aman saja, apalagi karena salah satu dari mereka (Sozanolo) adalah orang sana (Nias),” ungkap Ken usai pertemuan dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Rabu (13/04/2016).

Parada, yang merupakan juru sita pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Sibolga, hendak mengantarkan surat paksa atau surat penagihan pajak kepada Agusman Lahagu, direktur sebuah perusahaan karet di Sibolga.

“Agusman punya tunggakan pajak Rp14 miliar, yang ditunggak selama dua tahun,” ungkap Ken.

Tetapi karena Agusman tidak bisa ditemui di Sibolga, Parada menuju ke Nias, lokasi kebon karet milik Agusman.

Di Nias, Parada ditemani petugas kantor pajak setempat, yaitu Sozanolo, yang bekerja di kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP) Gunungsitoli.

Mereka pun akhirnya bertemu Agusman, yang disebut-sebut gelap mata dan tersinggung dengan tagihan lalu membawa Parada dan Sozanolo ke kebun karetnya. “Di sanalah petugas kami dihakimi sendiri oleh wajib pajaknya," kata Ken.

Parada dan Sozanolo meninggal dunia akibat ditikam.

Kerja sama kepolisian

Ken menilai seharusnya Parada meminta didampingi polisi saat bertugas.

“Bukan keharusan, tetapi memang SOP (standard operating procedure) kita dikawal polisi. Ini untuk semua (aktivitas) petugas di lapangan. Penagihan juga dikawal, untuk semua.”

Dirjen Pajak menyebut pihaknya sejak 2012 telah menandatangi memorandum of understanding (MoU) dengan kepolisian sehingga petugas pajak dapat meminta bantuan pengawalan saat menjalankan tugas.

“Saya sesalkan ini terjadi... Agar pegawai pajak selalu berkoordinasi dengan teman-teman polisi, karena daerah yang dikira biasa, ternyata (bisa saja) rawan,” kata Ken.

Tunggakan pajak Agusman sebesar Rp14 miliar, disebut Ken, “untuk ukuran di Sibolga, itu nilainya sangat besar. Ini salah antisipasi”.

Penagihan terhadap Agusman dinyatakan Ditjen Pajak tidak berlangsung sekali.

Menurut Direktur P2 Humas Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, untuk setiap wajib pajak (WP), jika telah ada Surat Ketetapan Pajak dan WP tidak melunasi dalam 30 hari, maka tagihan akan menjadi tunggakan.

Jika tunggakan tidak juga dilunasi dalam tujuh hari, maka kantor pajak akan mengirimkan surat teguran.

“Kalau dalam tujuh hari tetap tidak dibayar, maka baru dikeluarkan surat paksa. Inilah yang diantarkan Parada dan Sozanolo ke Agusman.”

Surat paksa ini, menurut Toto, panggilan akrab Mekar, menjadi dasar dari tindakan penyitaan atau pemblokiran rekening WP.

Baru pertama kali


Kepolisian hingga saat ini telah menahan 10 orang terkait peristiwa pembunuhan tersebut.

“Mereka adalah orang-orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP). Termasuk WP (Agusman). Apakah pelaku satu atau lebih, sedang diperiksa oleh Polda Sumatera Utara,” ungkap Kapolri Jenderal Badrodin Haiti usai pertemuan dengan Dirjen Pajak, Rabu (13/04/2016).

Meskipun mengaku kerap mendapat ancaman saat bertugas, Ditjen Pajak menyebut “ini pertama kalinya ada pembunuhan (terhadap petugas pajak)... Baru sekarang”.

Kapolri meminta Ken untuk menggiatkan permintaan pendampingan kepada kepolisian bagi “tugas-tugas yang mengandung risiko”.

“Silahkan meminta bantuan kepada kami, kami siap kawal,” tutur Badrodin.

Tewasnya dua petugas pajak ini terjadi di saat pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, menaikkan target penerimaan pajak.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp1.360,2 triliun, naik sekitar Rp60 triliun dibandingkan target pada APBN-P 2015 sebesar Rp1.294,25 triliun.

Padahal realisasi penerimaan pajak tahun lalu, meleset menjadi hanya 81,97 persen dari target, yaitu sebesar Rp1.060,85 triliun. Tidak tercapainya realisasi penerimaan pajak ini telah menyebabkan tunjangan kinerja bulanan pegawai pajak dipangkas 20 persen. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Udin