Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hukum Adat akan Dimasukkan ke dalam Revisi KUHP
Oleh : Irawan
Rabu | 16-03-2016 | 10:14 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Panitia Kerja (Panja) Revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap mengakomodir hukum adat yang masih hidup di tengah masyarakat Indonesia.


Demikian dikatakan Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dalam diskusi Forum Legislasi DPR RI dengan tema "Revisi UU KUHP" di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3). Hadir juga sebagai pembicara Kepala BPHN Kemenkumham RI Enny Nurbaningsih, dan pakar hukum pidana UI Akhyar Salmi.

Menurut Nasir, hal itu dilakukan agar tidak terjadi lagi reaksi masyarakat setelah RUU itu dijadikan UU. "Jangan seperti UU Pornografi dan Pornoaksi terdahulu, yang ditolak oleh masyarakat Bali, Papua dan daerah lain, terlepas dari motivasinya itu untuk apa. Makanya hukum adat tetap diakomodir," katanya.

Selain itu, persoalan hukuman mati yang menurut Nasir juga tidak bisa mengabaikan tuntutan dunia Internasional yang sebagian besar sudah menghapus hukuman mati tersebut. "Karena itu dalam RUU KUHP ini dinamai sebagai pidana mati bersyarat,” tegas Nasir lagi.

Terkait hukum Islam yang diterapkan di beberapa daerah seperti Aceh Darussalam, kata Nasir Djamil, akan dipelajari oleh Panja Revisi UU KUHP Komisi III DPR RI. 

Hanya saja Panja baru membahas asas-asas hukum pidana dalam buku I, yang akan selesai sekitar Juli atau Agustus 2016 mendatang. "Sedangkan dalam buku II-nya sudah berbicara delik pidana. "Kita baru membahas asas-asas pidana," katanya.

Hal senada dikatakan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Prof Enny Nurbaningsih SH. Keyakinan Enny itu, disebabkan hingga kini Panja masih berkutat membahas buku satu, untuk mengumpulkan aturan-aturan yang berkembang ditengah masyarakat dan adat istiadat.

Menurutnya, revisi KUHP itu mampu mengakomodir praktek-praktek hukum adat yang tetap dipakai masyarakat adat setempat. Pengumpulan (kompilasi) hukum-hukum yang ada membutuhkan kearifan tersendiri, mengingat perbedaan pandangan dari masyarakat adat masing-masing.

"Buku kesatu KUHP, akan diselesaikan pada Agustus 2016 ini," ujarnya.

Enny menambahkan, paradigma revisi KUHP sekarang ini, berubah dimana pemidanaan tidak lagi berdasar balas dendam. Melainkan berdasar prinsip pendidikan dan pembelajaran, bagi terpidana terhadap kesalahannya.

Enny mencatat, revisi KUHP nomor 1 tahun 1946, mulai masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR pada 2012.

Konsep revisi serupa juga pernah dilakukan pada 1991/1992, diketuai Prof Mardjono Reksodiputro, menyusul konsep tahun 1982/1983 sebagai hasil penyempurnaan tim sampai 27 April 1987 yang disempurnakan lagi, pada November 1987. Berlanjut konsep revisi tahun 1981/1982 diketuai Prof Soedarto, menyusul konsep tahun 1971 dan 1968. 

Sementara itu Akhyar Salmi menyatakan agak bingung dengan draft KUHP tersebut, karena yang buku satu pakai asas, tapi yang lain tidak. Sehingga ada ketidakkonsistenan. Seperti asas wilayah, asas nasional pasif, asas nasional aktif, dan asas internasional. 

"Itulah yang harus diclearkan, agar tujuan pemidanaan itu tidak dijadikan norma saja, melainkan harus dijalankan," ungkap Akhyar.

Editor: Surya