Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Daiyah dalam Dakwah di Wilayah 3T Semakin Diperkuat
Oleh : Redaksi
Senin | 10-03-2025 | 13:44 WIB
daiyah-3T.jpg Honda-Batam
Salah seorang Daiyah yang dalam menjalankan dakwah Islam yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat 3T. (Kemenag)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) mengirimkan 1.000 dai ke berbagai wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) selama bulan Ramadan 1446 H/2025 M. Dari jumlah tersebut, sebanyak 213 dai yang diberangkatkan merupakan perempuan (daiyah).

Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag, Ahmad Zayadi, menegaskan partisipasi daiyah dalam program ini merupakan bagian dari upaya memperkuat peran perempuan dalam dakwah Islam yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

"Daiyah tidak hanya bertugas menyampaikan ajaran Islam, tetapi juga berperan dalam pemberdayaan perempuan, pendidikan keagamaan anak-anak, serta memperkuat ketahanan sosial di masyarakat. Kehadiran mereka sangat dibutuhkan, terutama di daerah dengan akses terbatas terhadap layanan keagamaan," ujar Zayadi di Jakarta, Minggu (9/3/2025), demikian dikutip laman Kemenag.

Zayadi berharap program ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah 3T dan semakin banyak daiyah yang berpartisipasi di masa mendatang. "Kami ingin memastikan dakwah di Indonesia semakin inklusif dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Peran perempuan dalam dakwah harus terus diperkuat agar lebih banyak komunitas yang mendapatkan manfaat," tambahnya.

Peran Strategis Daiyah dalam Fikih Wanita

Analis Kebijakan Ahli Muda Subdirektorat Dakwah dan Hari Besar Islam Kemenag, Subhan Nur, menyoroti peran strategis daiyah dalam memberikan pemahaman agama yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu aspek penting yang diemban daiyah adalah bimbingan dan konsultasi keagamaan terkait fikih wanita, yang masih sering menjadi tantangan bagi perempuan di daerah terpencil.

"Kehadiran daiyah sangat penting, terutama dalam menjawab berbagai persoalan fikih wanita yang sering sulit dibahas secara terbuka. Dengan pendekatan yang lebih personal, mereka dapat menjadi tempat konsultasi bagi ibu-ibu dan remaja perempuan mengenai hukum Islam terkait haid, nifas, pernikahan, serta peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat," jelas Subhan.

Selain memberikan ceramah dan mengajar mengaji, para daiyah juga terlibat dalam berbagai program sosial, seperti pemberdayaan ekonomi perempuan, edukasi kesehatan keluarga, serta pembinaan akhlak generasi muda.

Perjuangan Daiyah di Lapangan

Siti Kasumah, salah satu daiyah yang ditugaskan ke Desa Laelangge, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh, merasakan langsung tantangan dakwah di wilayah 3T. Perempuan berusia 27 tahun ini harus menempuh perjalanan sulit dengan medan berbatu dan jalan tanah merah yang licin saat hujan untuk sampai ke lokasi tugasnya.

"Medannya cukup sulit. Saya harus melewati jalan berbatu dan sebagian besar masih berupa tanah merah. Jika hujan turun, jalannya makin licin. Namun, semua itu saya jalani dengan niat berdakwah," ujarnya.

Desa Laelangge sendiri merupakan wilayah terpencil dengan akses terbatas terhadap pendidikan agama. Banyak anak-anak yang belum lancar membaca Al-Qur'an, sementara kaum ibu masih minim pemahaman tentang fikih ibadah. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Siti.

"Saya tidak hanya mengajar mengaji, tetapi juga memberikan bimbingan keagamaan kepada para ibu, termasuk tentang fikih wanita. Mereka sangat antusias karena selama ini jarang ada pendakwah perempuan yang bisa diajak berdiskusi lebih dalam mengenai persoalan keagamaan yang mereka alami," katanya.

Selain terbatasnya akses pendidikan agama, kendala lain yang dihadapi adalah minimnya infrastruktur dan fasilitas di masjid atau musala. "Jaringan internet lemah, listrik sering padam, dan fasilitas ibadah masih sangat terbatas. Namun, saya bersyukur karena masyarakat di sini sangat terbuka dan mendukung program dakwah kami," pungkasnya.

Editor: Gokli