Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belajar dari Kasus Penggeledahan DPR dan Penggrebkan Bandar Narkoba di Berland

IPW Nilai Polri Tidak Punya SOP Penggunaan Senjata
Oleh : Surya
Rabu | 20-01-2016 | 12:17 WIB
Neta-S-Pane1.jpg Honda-Batam
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Presideum Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan kasus penggeledahan gedung DPR yang dikawal dengan senjata lengkap dan kasus tewasnya anggota reserse dalam penggerebekan sarang narkoba di Berland, Matramaman, Jakarta Timur, menunjukkan betapa polisi sama sekali tidak memiliki standar operation prosedure (SOP) dalam penggunaan senjata.



"Ketika saya mengatakan bahwa pengeledahan oleh KPK dan Brimob di Gedung DPR seperti Tjakrabirawa menculik para pahlawan revolusi, Kapolri ngotot mengatakan bahwa hal itu sudah sesuai prosedur," ujar Neta di Jakarta, Rabu (20/1/2016).

"Sekarang saya tanya, bagaimana prosedur ketika harus menggerebek sarang narkoba? Ke DPR bawa senjata lengkap, ke sarang narkoba bawa senjata ringan. Kalau begini pelaksanaannya, jelas  Polri tidak memiliki prosedur sama sekali," ungkap Neta lagi.

Dalam rilisnya, Neta menilai kedua kasus ini jelas menunjukkan bahwa alasan SOP yang diungkapkan Kapolri Jendral (Pol) Badrodin Haiti mengada-ada. Pernyataan Kapolri yang seperti ini jelas menunjukkan sikap Polri yang tidak bisa menghormati lembaga DPR.

"SOP itu alasan saja untuk melindungi arogansi polisi di lapangan. Ketidakjelasan SOP ini membuat aparat polisi pun dikejar-kejar komplotan bandar narkoba dan menyebabkan tewasnya aparat polisi dan dibuang ke sungai," katanya.

Dia pun berharap, agar Komisi III DPR segera memanggil Kapolri untuk meminta penjelasan seperti apa sebenarnya prosedur penggunaan senjata modern, yang pembeliannya harus disetujui DPR itu, dimanfaatkan.

"Kalau anggaran pembelian senjata lengkap hanya digunakan untuk menakut-nakuti DPR, maka lebih baik DPR mencoret saja anggaran pembelian senjata lengkap tersebut dan menggantinya dengan anggaran pembelian pentungan untuk aparat kepolisian," tegasnya.

DPR, katanya, harus tegas terhadap Polri karena sebagai salah satu institusi resmi negara, Polri wajib menjaga kewibawaan DPR.

Polri wajib diingatkan bahwa lembaga negara bukan hanya eksekutif sehingga apapun akan dilakukan untuk melindungi eksekutif, termasuk dengan mengeluarkan surat edaran tentang hate speech untuk menjaga presiden.

"Polisi harus sadar bahwa diluar eksekutif juga ada lembaga yudikatif dan legislatif seperti DPR yang harus dijaga kewibawaannya.Jangan karena menjilat, sedikit saja orang membuat lelucun tentang presiden bisa dikenakan pasal hate speech, tapi lembaga DPR justru dilecehkan oleh Polri.DPR harus menunjukkan ketegasannya pada polisi juga, karena bagaimanapun  DPR punya wewenang untuk itu," tegasnya.

Polri pun diminta untuk tidak ikut-ikutan berpolitik karena menggeledah gedung DPR dengan senjata lengkah seolah Polri ikut-ikutan membuat opini bahwa gedung DPR lebih berbahaya dari sarang narkoba atau sarang teroris sekalipun.

"Polisi gak usahlah ikut-ikutan urusan pembentukan opini menjelek-jelekkan DPR dengan caranya itu," jelasnya.

Menurutnya, harus tegas terhadap Polri, karena yang harus dihancurkan dengan senjata itu sarang narkoba dan para bandarnya bukan gedung DPR. 

"Di DPR gak ada yang bawa senjata, mereka bawa senjata lengkap, sementara sarang narkoba yang pasti memiliki senjata, dia bawa senjata ringan.Ini aneh," tegasnya. Baca: IPW Sebut KPK Sekarang Pakai Cara-cara Cakrabirawa

Dengan fakta-fakta ini saat ini menurut Neta, publik pun mempertanyakan profesionalisme Polri,kenapa anggotanya bisa terluka dan bahkan tewas saat hendak menangkap bandar narkoba. Kasus ini sekaligus juga menunjukkan betapa buruknya koordinasi di kepolisian antara intelejen dan reserse.

"Tanpa info lengkap dari intelijen, tentang situasi dan kondisi di TKP, reserse main sergap. Akibatnya saat warga melakukan perlawanan ketiga polisi itu kaget dan menjadi korban. Kasus ini juga menunjukkan betapa tidak terlatihnya polisi saat ini padahal mereka tugas di ibukota, akibatnya mereka menjadi bulan-bulanan warga. Bagaimana pun kasus ini harus menjadi pelajaran yang berharga bagi polri untuk berbenah, introspeksi dan memperbaki kinerja profesionalnya," tandasnya.

Editor: Surya