Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Intelligent Marketing di Saku Bupati
Oleh : saibansah dardani
Senin | 23-11-2015 | 08:54 WIB

SAAT membaca berita, calon investor Tiongkok berkunjung ke Karimun dan mengadakan pertemuan dengan Aunur Rafiq, terbersit optimisme di hati. Optimis pada harapan pertumbuhan ekonomi di kabupaten maritim ini. Tapi, pada saat yang sama, keraguan mendesak. Apakah ini bukan manuver jaringan investor abal-abal?

Ternyata, setelah beberapa teman wartawan di Karimun mengecek di mesin pencari, tak ditemukan data perusahaan asal Tiongkok itu. Benarkah mereka investor bodong? Berikut catatan Redaktur Senior BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani, mengenai modus investor aba-abal.

Memang, saat ini "mbah Google" telah menjelma jadi "sang maha tahu". Apa pun pertanyaan yang kita lontarkan, pasti dijawab. Meski seringkali asal. Begitulah yang dilakukan teman-teman wartawan di Karimun itu. Terlepas benar tidaknya, rombongan investor yang menemui Aunur Rafiq itu investor bodong atau ori, harus diverifikasi dulu. Tapi, biarlah itu menjadi bagian dari Tupoksi BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Yang menggelitik hati saya, apakah ini sinyal kuat, bahwa sudah saatnya bagi para kepala daerah di Provinsi Kepri harus "dilengkapi" dengan intelligent marketing? Seperti halnya "melengkapi"  mereka dengan wawasan kebangsaan, wawasan nusantara dan kemampuan melakukan deteksi dini? Tentu saja, ini bukan domain saya untuk menjawabnya. Ada yang lebih memiliki otoritas untuk itu. 

Tapi, kejadian di Karimun itu memantik memori saya melesat pada peristiwa lebih satu dasawarsa lalu. Ketika itu, bisnis investor abal-abal itu masih memiliki pangsa pasar besar. Ada demand dan supply-nya. 

Sepak terjang investor bodong itu saya dengar beberapa kali di Batam Kepri di Pekanbaru Riau. Mereka terdiri dari dua kelompok, besar dan kecil. Kelompok besar, datang dengan rombongan antara 10 sampai 20 orang. Pokoknya, cukup dalam satu minibus. Mereka datang lengkap dengan kartu nama wah, jas necis, dasi modis dan rambut kelimis. Pokoknya, begitu memandang, langsung muncul kesan kuat, mereka adalah pengusaha dengan omset bisnis miliaran dolar. Cover story mereka berkunjung ke Batam itu adalah ingin mengintip peluang bisnis di Batam. 

Sebagai tuan rumah yang baik, tentu saja otoritas yang berwenang, menjamu mereka sebaik-baiknya. Mulai dari fasilitas hotel bintang, jamuan makan malam, sampai dengan layanan tambahan seperti bermain golf 18 hole. Pendeknya, selama masih di Batam, mereka dijamu kayak "raja". 

Setelah mendapatkan "layanan premium" itu, mereka pulang. Mereka kembali ke Jakarta. Kenapa Jakarta? Ya, kenapa harus Jakarta? Karena Jakarta adalah base mereka, "wilayah netral". Di ibukota republik ini mereka kembali menjadi "aslinya". 

Selain itu, ada juga kelompok kecil antara 3 sampai 5 orang. Mereka juga menggunakan cover story serupa, mengintip peluang investasi. Hanya saja, dengan tim kecil ini, pelayanan yang mereka terima biasanya lebih "premium" dibandingkan dengan kelompok besar. 

Apa sesungguhnya target mereka? Salah satunya adalah jalan-jalan gratis. Menikmati wisata kuliner gratis. Menginap gratis. Main golf gratif. Dan berbagai fasilitas kelas premium lainnya. Sudah gitu, mereka masih mengantongi dolar dari sang pemberi order. Loh, siapa yang memberi order mereka itu?

Ada beberapa pihak yang "menggunakan" jasa mereka. Mulai dari rekanan sang kepala daerah, sampai dengan si kepala daerah itu sendiri. Apa motif sang rekanan "menggunakan" jasa mereka itu? Macam-macam. Salah satunya adalah menyenangkan sang kepala daerah. 

Karena setelah kunjungan investor itu, maka munculah berita di berbagai media. Wajah sumringah sang kepala daerah bersama dengan "investor asing" itu terpampang di halaman koran, daring dalan televisi lokal maupun nasional. Otomatis, grade sang kepala daerah dan wilayahnya akan naik.  

Sedangkan modus lainnya, justru si kepala daerah itu sendiri yang memakai jasi mereka. Tujuannya sama, pencitraan! Dengar-dengar, perlu ratusan juta untuk sekali menggunakan jasa investor sewaan itu. Terus terang, saya tidak memiliki bukti akurat transaksi pembayaran jasa mereka itu. 

Lalu, apa hubungannya dengan intelligent marketing? Sudah saatnya, seluruh kepala daerah di Provinsi Kepri, bahkan di seluruh Indonesia, memainkan peran marketing. Menjual berbagai potensi di wilayahnya untuk menarik sebanyak-banyaknya modal asing dan membuka seluas-luasnya lapangan kerja. 

Tanpa ketrampilan intelligent marketing itu, sulit rasanya mereka bisa berjualan. Padahal, hampir semua kepala negara di Eropa, piawai dalam menjual peluang bisnis di negaranya. Selain itu, dengan kemampuan intelligent marketing itu, seorang kepala daerah akan mudah mengendus, apakah yang sedang dihadapinya itu investor bodong atau ori. Suai?