Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belajar dari Singapura Mengontrol Harga Sembako
Oleh : saibansah dardani
Jum'at | 20-11-2015 | 08:00 WIB
Supermarket_NTUC.jpg Honda-Batam
Beginilah suasana NTUC FairPrice Singapura di tengah malam. (Foto: Saibansah Dardani)

BILA sejenak kita simak, diantara isi tuntutan orasi berbagai aksi demo di Indonesia, mulai dari demo buruh sampai aksi ibu-ibu adalah, mendesak pemerintah menurunkan dan mengontrol harga sembako, sembilan bahan pokok. Kemudian, semua itu dijawab pemerintah dengan aksi parsial, salah satunya, operasi pasar. Sama sekali tidak menyentuh akar masalahnya. Bagaimana jurus fundamental untuk menjawab berbagai tuntutan aksi tersebut? Mari kita coba belajar dari jiran kita, Singapura. Berikut catatan perjalanan Redaktur Senior BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani dari Singapura.  

Malam malu-malu menyelimuti langit Singapura. Gelap tak merata di negeri singa ini. Jalan-jalan terang menyala, langit pun ditaburi pendar lampu dari bilik-bilik hotel dan apartemen. Namun jam digital di ponsel telah menunjuk pada angka midnight. 

Di tengah malam begini, semua supermarket dan mall telah tertutup rapat di Orchard atau Bugis Juction. Kecuali di kawasan Mustofa yang masih menunjukkan ramainya ilir mudik para turis dan warga Singapura. Dan tentu saja, kawasan Gaylang yang tak pernah tidur. 

Sadar belum belanja keperluan rumah tangganya, Wito bergegas mengajak saya meluncu menuju kawasan Toa Payoh. ''Memang masih ada supermarket yang buka tengah malam begini."

Warga Indonesia yang lebih satu dasawarsa menetap di Singapura dan telah mengantongi kartu permanent resident itu tak langsung menjawab pertanyaan itu. Kecuali, menghentikan mobil yang kami tumpangi itu tepat di sebuah pusat perbelanjaan yang terang benderang. "Ini NTUC FairPrice, tak pernah tutup, 24 jam buka terus," ujar Wito sambil memasuki kawasan perbelanjaan yang lengkap itu.

Tak hanya buka 24 jam, Wito melanjutkan, tapi semua barang di NTUC FairPrice harganya lebih murah dari semua supermarket yang ada di Singapura. "Pemerintah menerapkan penghapusan pajak untuk semua barang yang dijual di NTUC FairPrice ini," tegas Wito. 

Selain bebas pajak, tutur Wito lagi, semua warga Singapura yang belanja di NTUC FairPrice dan memiliki kartu member, berhak atas pembagian sisa hasil usaha. "Sesuai dengan besaran nilai transaksi kita."

Sebenarnya, NTUC FairPrice itu apa sih? Koperasi!

Oh ternyata, founding father Singapura, Lee Kuan Yew telah menerawang jauh memikirkan rakyatnya. Sungguh, ini sebuah konsep yang sama persis dengan pemikiran founding father kita, Muhammad Hatta. Lalu, apa bedanya dengan konsep koperasi kita?

Bedanya, Lee Kuan Yew menerapkan konsep koperasi itu dan mengawalnya. Terus dikawal penurusnya hingga hari ini.  Hasilnya?   

NTUC FairPrice Singapura menjadi jaringan supermarket terbesar di negeri ini. Memiliki 100 supermarket, 50 lebih outlet dari toko-toko kecil di seluruh negeri pulau itu. Tak hanya itu, NTUC FairPrice juga memiliki pom bensin dan bermitra dengan ExxonMobil. 

Lee Kuan Yew mendirikan NTUC FairPrice tahun 1973 lalu di Toa Payoh. Ketika itu, alasan utamanya adalah, solusi bagi rakyat Singapura yang menghadapi kenaikan harga sembako dan tekanan inflasi, akibat kenaikan harga minyak naik dunia. 

Lalu, di tahun yang sama, serikat pekerja dan Organisasi Buruh Industri Singapura serta Persatuan Karyawan Industri Pioneer juga mendirikan koperasi untuk menjalankan bisnis kelontongan. Akhirnya, Mei 1983, NTUC dan koperasi serikat buruh itu merger menjadi NTUC FairPrice.

Koperasi milik pemerintah dan serikat buruh ini pun terus bergerak maju. Hingga pada 28 Desember 2006 lalu, NTUC FairPrice membuka cabang terbesar di Singapura, 7150 meter persegi. Inilah NTUC FairPrice Xtra hypermarket, di Ang Mo Kio Hub. 

Pada Agustus 2007, NTUC FairPrice membuka gerai kelas atas yang di Bukit Timah Plaza bernama FairPrice Finest. Tak puas mengembangkan sayap hanya di pulau seluas sekitar 700 km persegi itu, NTCU FairPrice ekspansi bisnis ke Tiongkok dan Vietnam. 

Jadi, apa yang salah dengan konsep koperasi Bung Hatta? Tak ada! Kecuali, pemerintah lebih cinta pada pengusaha swasta yang memiliki jaringan bisnis minimarket hingga ke pelosok kampung. Daripada, membangun sendiri jaringan bisnis koperasi seperti NTUC FairPrice itu. 

Kita tahu, berkali-kali para buruh di Batam meneriakkan tuntutan kepada Pemerintah Kota Batam, agar mengontrol harga sembako. Tujuannya, agar gaji mereka cukup buat makan 30 hari. Bukan 20 hari, apalagi 15 hari! 

Pertanyaanya adalah, apakah sudah ada jurus fundamental yang dilakukan Pemerintah Kota Batam seperti negara jiran kita itu? Jawabnya, ada!

Ya, ada. Buktinya, Pemko Batam telah membentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Hanya bedanya, NTUC FairPrice didukung penuh oleh pemerintah dan serikat pekerja di sana. Sehingga, mereka dapat menyediakan segala keperluan masyarakat, mulai dari sembako sampai dengan keperluan lainnya, termasuk furniture. Semuanya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan sale sekalipun. 

Kalau BUMD Batam, siapa yang mendukung? Apakah BUMD Batam bisa mengontrol harga sembako di Batam? 

Ah, tak usahlah saya yang menjawabnya. Anda pasti sudah tahu jawabnya, bukan?